Sleman (ANTARA News) - Balai Karantina Pertanian Yogyakarta mengintensifkan sosialisasi larangan bagi penumpang pesawat memasukkan atau membawa buah segar dari luar negeri melalui Bandara Internasional Adisutjipto Yogyakarta.
"Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bukan merupakan tempat masuknya buah dan sayuran buah segar impor," kata Kepala Balai Karantina Pertanian Yogyakarta Wisnu Haryana, Selasa.
Menurut dia, berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomer 42/Permentan/OT.140/6/2012, hanya ada empat tempat pemasukan ke wilayah RI yakni Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Pelabuhan Belawan Medan, Bandara Soekarno Hatta Jakarta, dan Pelabuhan Makasar.
"Sampai saat ini kami masih menemukan banyak pelanggaran disebabkan faktor ketidaktahuan masyarakat tentang peraturan tersebut. Kami mulai mengintensifkan sosialisasi kepada masyarakat melalui lembaga atau organisasi terkait," katanya.
Ia mengatakan, jika hendak memasukkan buah atau sayuran buah segar impor, sesuai prosedurnya lewat jalur darat. Kebanyakan buah impor yang ada di DIY berasal dari Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
"Namun itu juga harus dilengkapi dokumen surat pelepasan. Jika masih dalam kurun 30 hari, pemasok terbebas dari persyaratan sertifikasi. Tapi setelah lebih dari jangka waktu itu diharuskan melakukan pemeriksaan karantina ulang," katanya.
Wisnu mengatakan, memasukkan buah atau sayuran dari luar negeri melalui Bandara Adisutjipto pasti akan ditolak, berapa pun jumlahnya. Jika kedapatan, barang itu akan disita oleh petugas.
"Masih banyak masyarakat yang belum memperhatikan permasalahan ini padahal efeknya berbahaya. Masuknya buah dan sayuran dari luar negeri tanpa sertifikat kesehatan, berpotensi menularkan organisme pengganggu tumbuhan dan bisa mengurangi tingkat produksi tanaman lokal," katanya.
Ia mengatakan, dalam lingkup yang lebih luas bisa berpengaruh terhadap perekonomian warga.
"Mungkin ada yang menganggap sepele, karena dampak sosialnya tidak terlalu tampak, berbeda dengan penyelundupan satwa. Padahal pemahaman hal ini juga sangat penting," katanya.
Pewarta: Victorianus Sat Pranyoto
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2017