Dengan penerapan kode etik tersebut, setiap agen bersaing secara kompetitif dan fair
Hong Kong (ANTARA News) - Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TK) menetapkan Hong Kong sebagai proyek percontohan penerapan Kode Etik Agen Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri, guna memerangi agen TKI tidak prosedural dan ilegal.

"Dengan penerapan kode etik tersebut, setiap agen bersaing secara kompetitif dan fair. Selama ini kan ada yang sesuai prosedur, disiplin, tapi ada pula agen yang lewat samping, dan lainnya," kata Sekretaris Utama BNP2TKI Hermono kepada Antara di Hong Kong, Jumat malam.

Konsulat Jenderal RI di Hong Kong meluncurkan Kode Etik Agen Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Hong Kong.

Kode etik tersebut disusun dengan merujuk pada peraturan yang berlaku di Hong Kong dan Indonesia, termasuk Code of Practice for Employment Agencies 2017.

Kode etik tersebut berisi berbagai ketentuan yang terkait dengan kewajiban, larangan dan sanksi, termasuk kewajiban dalam proses perolehan akreditasi, kedatangan awal TKI dan selama TKI bekerja di Hong Kong.

Pelanggaran dibagi dalam bentuk pelanggaran ringan pelanggaran sedang dan pelanggaran berat. Sanksi diputuskan oleh tim citizen service KJRI Hong Kong dalam bentuk peringatan tertulis pemberhentian sementara kegiatan penempatan TKI dan pencabutan tanda daftar.

Kode etik tersebut akan mulai diberlakukan pada 1 Maret 2017.

Hermono mengatakan dengan penerapan kode etik, dan sistem yang terintegrasi antara perwakilan RI di negara penempatan TKI dengan BNP2TKI, akan mudah mengetahui di mana TKI bekerja, kontrak kerjanya seperti apa, berapa gaji yang diterima dan seterusnya.

"Selama ini kan, sejumlah TKI tidak diketahui keberadaannya, di negara penempatan. Jika ada kasus, data tidak ada, agennya juga tidak. Sulit kita melakukan pelacakan dan perlindungan. Maka, dengan kode etik ini kita ingin mendidik agen untuk memiliki tanggung jawab," tuturnya.

Hermono menargetkan penerapan kode etik tersebut dapat memberikan dampak signifikan dalam enam bulan. "Jika dalam enam bulan itu, dapat berjalan stabil dan memberi dampak signifikan, maka kita terapkan di Singapura," ungkapnya.

Hermono mengemukakan, Hong Kong dan Singapura memiliki karakter persoalan yang mirip sebagai negara tujuan penempatan TKI.

"Orang sering melihat, tidak ada masalah terkait TKI di Singapura dan Hong Kong, karena Singapura serta Hong Kong memiliki aturan penegakkan hukum, serta perlindungan yang bagus. Padahal banyak masalah yang terkait TKI, yakni agen nakal. Di Singapura ada 60 ribu TKI yang tidak diketahui keberadaannya, KBRI maupun BNP2TKI, tidak tahu. Untungnya Singapura penegakkan hukumnya bagus. Tapi itu saja tidak cukup," ujarnya.



Ditolak

Konsul Jenderal RI di Hong Kong Tri Tharyat mengatakan pihaknya telah menerima sekitar 92 pengajuan agen baru untuk penempatan TKI.

"Dari jumlah tersebut, sekitar 50-51 agen kami tolak karena tidak prosedural dan alasan lain. Terkait itu, juga tengah dilakukan verifikasi terhadap agen yang diterima," ungkapnya.

Verifikasi penting dilakukan mengingat agen yang terdaftar di KJRI Hong Kong harus memiliki dokumen sah dan resmi antara lain Labour Licence dari Pemerintah Hong Kong, Business Registration dari Pemerintah Hong Kong dan Hong Kong Identity Card dari Pemerintah Hong Kong.

"Selain itu verifikasi juga bertujuan untuk menghindari maraknya peminjaman cap dan ID agen di Indonesia kepada agen tenaga kerja di Hong Kong," kata Tharyat.

Akibatnya, lanjut dia, saat BMI memperbaharui kontraknya di Hong Kong, proses penempatan yang seharusnya melalui BNP2TKI pun tak terjadi karena agen sebenarnya hanya mengakali dengan cara potong kompas di Hong Kong menggunakan cap dan id PT tersebut dan langsung mengajukannya ke KJRI.

"Ke depan dengan adanya kode etik tersebut, semua bentuk pelanggaran dapat diatasi secara baik, sehingga para BMI juga mendapat perlindungan yang maksimal," kata Tharyat.

Pewarta: Rini Utami
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2017