"Saya memang potensi dari BASARNAS saat bencana dan pasca bencana. Tidak masuk BASARNAS karena sayang ilmu saya, saya itu backgroundnya desain interior. Saya konsultan interior untuk hotel," tutur dia kepada ANTARA News di kawasan Bukit Duri, Jakarta, Kamis.
Budi mengatakan, perkenalan dpada dunia SAR bermula ketika dirinya jatuh dari ketinggian 15 meter. Saat itu, pria yang telah 48 tahun tinggal di Manggarai, Jakarta Selatan tengah melakukan free climbing.
"Saya senang olahraga ekstrim. Pertama kali terjun di SAR itu awalnya karena jatuh 15 meter waktu free climbing. Dari situ, saya belajar safety personal. Lalu tahun 1988 saya mulai ikut pelatihan SAR," kata Budi.
Dia masih ingat, tindakan penyelamatan pertamanya adalah di tahun 1988, saat itu dia harus menyelamatkan sekelompok siswa STM yang hilang di Gunung Salak, Jawa Barat.
"Di tahun 1988 itu langsung praktik SAR. Waktu itu harus menyelamatkan anak STM yang hilang di Gunung Salak. Saya punya sertifikat (dari pelatihan) untuk penyelamatan di rimba, gunung dan laut," tutur dia.
Setelah itu, Budi semakin tenggelam pada dunia pencarian dan penyelamatan orang, sebagai relawan. Pada tahun 1996 dia bahkan mendirikan Karang Taruna Manggarai, yang anggotanya merupakan relawan terlatih untuk melakukan penyelamatan.
"Waktu dulu kebentuk dalam SAR Jakarta Selatan. Saya juga background SAR, Karang Taruna Manggarai. Sejak 1996. Rescue yang memang terlatih, bukan sekedar rescue," tutur dia.
"Personelnya lepas, minimal itu enam orang. Bisa sampai 40-an orang. Karena memang mereka juga kan punya pekerjaan, mungkin saat itu tidak bisa ditinggal," sambung Budi.
Untuk banjir di kawasan Bukit Duri, Budi mengaku telah terbiasa menanganinya. Menurut dia, warga Bukit Duri juga sudah menghadapi "kado" tahunan itu. "Mereka sudah terbiasa. Persiapannya. Setelah ini harus apa. mereka sudah biasa, tidak terlalu panik seperti saudara-saudara yang baru pertama kali kena banjir," kata dia.
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017