Jakarta (ANTARA News) - Indonesia memprotes rencana kenaikan bea masuk anti dumping (BMAD) kertas Indonesia menjadi 19 persen sampai 20 persen oleh Korea Selatan (Korsel). "Korea tidak menggunakan data sebenarnya dan hanya mengambil data dari pihaknya saja," kata Direktur Perlindungan Perdagangan Indonesia Departemen Perdagangan Martua Sihombing di Jakarta, Selasa. Pengenaan BMAD produk kertas tertentu (certain paper) oleh Korsel itu telah berlangsung selama tiga tahun. Besarnya BMAD yang dikenakan pada dua produsen kertas Indonesia adalah antara 2 persen hingga 8 persen. "Otoritas Korea menilai pengusaha kita tidak bekerja sama dalam sunset review (evaluasi pascapenerapan) BMAD sehingga mereka meningkatkan BMADnya," jelasnya. Melalui forum Badan Perdagangan Dunia (WTO) Korsel telah menotifikasi rencana peningkatan BMAD kertas itu. Indonesia juga telah menyatakan keberatan atas sikap Korea itu karena Korsel menggunakan data harga dari trader kertas Indonesia. "Mereka menganggap data trader tersebut sebagai data produsen," tambahnya. Martua mengatakan, pihaknya telah mengajukan keberatan namun belum mendapat tanggapan dari Korea. Dua Perusahan tersebut ialah PT Sinar Mas dan PT Riau Andalan Pulp and Paper. Sedangkan trader yang dipergunakan datanya ialah PT Cakrawala Mega Indah. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007