Samarinda (ANTARA News) - PT Dirgantara Air Service (DAS) mengaku belum bisa memastikan kapan seluruh pesawatnya dapat dioperasikan kembali, setelah dikandangkan (di-grounded/dilarang terbang) oleh Ditjen Perhubungan Udara karena dinilai tidak layak terbang.
"Untuk memastikan itu sangat sulit," kata Manejer PT. DAS Wilayah Kalimantan Timur, Ramly Siregar, ketika dikonfirmasi di Samarinda, Rabu.
PT. DAS baru mempresentasikan di Dinas Perhubungan terkait perbaikan pesawat pada Kamis besok (3/5).
Sambil menunggu jawaban dari Dephub pihaknya telah menyewa pesawat milik PT. Borneo Air Transportation (BAT) untuk memulangkan warga Apokayan yang "terkantung-katung" selama dua bulan di Samarinda.
Sedikitnya 202 warga Apokayan dari pedalaman Kabupaten Malinau tidak dapat pulang akibat terhentinya penerbangan bersubsidi itu.
"Memecahkan masalah itu, kami memutuskan untuk menyewa pesawat untuk memulangkan warga yang tertahan di Samarinda. Penerbangan ke Long Ampung (Malinau) dijadwalkan dapat berjalan setiap hari hingga mereka dapat dipulangkan semuanya," katanya.
Pesawat jenis British Norwegian milik PT.BAT tersebut disewa dengan biaya sekitar Rp7 juta per jam.
PT DAS adalah pelaksana penerbangan ke daerah pedalaman dan perbatasan Kalimantan Timur yang disubsidi Pemerintah Pusat.
Berdasarkan kontrak, mereka mendapat subsidi sekitar Rp8 miliar dari APBN hingga Desember 2007.
Selama ini PT. DAS melayani penerbangan bersubsidi untuk angkut warga dan sembilan bahan pokok ke Long Ampung dan Data Dawai di pedalaman Kabupaten Malinau.
Daerah tersebut berada pada sebuah dataran tinggi di bagian Utara Kaltim yang berbatasan dengan Sarawak, negara bagian Malaysia.
Namun, penerbangan tersebut terhenti setelah Ditjen Perhubungan Udara menemukan pelanggaran pada seluruh armada DAS yang dapat membahayakan penerbangan, Februari lalu.
Akibatnya, sebanyak 202 warga Apokayan tidak dapat pulang karena mayoritas berasal dari kampung di tiga Kecamatan, yakni Kecamatan Kayan Ilir, Kayan Hulu dan Kayan Selatan.
Dampak lain dari terhentinya penerbangan itu, warga setempat "menjerit" karena harga kebutuhan pokok yang sebenarnya sudah dua kali lipat dari harga normal akhirnya tambah melonjak.
Menjangkau kawasan itu, maka penerbangan adalah satu-satunya sarana paling efektif menjangkau kawasan terisolir itu.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007