Perundingan itu ditujukan untuk mengakhiri krisis politik dan kerusuhan yang terjadi sejak Presiden Pierre Nkurunziza menyatakan akan mencalonkan diri pada periode ketiga masa jabatannya 2015 lalu.
Oposisi menilai rencana Presiden tersebut melanggar undang-undang dan kesepakatan damai yang telah mengakhiri perang saudara di Burundi.
"Pemerintah Burundi menilai ada sejumlah keanehan dalam perundingan damai lanjutan itu," kata pejabat terkait, Rabu.
Juru bicara pemerintah, Phillipe Nzobonariba mengatakan, pemerintah menolak kehadiran penasihat senior Perserikatan Bangsa-Bangsa, Benomar Jamal dalam acara itu.
Namun Nzobonariba tidak menjelaskan alasan penolakan tersebut.
Pemerintah berulang kali menuduh PBB bersikap tidak netral, khususnya saat menanggapi laporan sejumlah pegiat hak bahwa partai penguasa beserta petugas keamanan telah melakukan penyiksaan terhadap warga.
CNARED juga sempat menuduh bahwa pihak penengah, Benjamin William Mpaka, mantan presiden Tanzania bersikap kurang netral.
Mpaka mengatakan Desember lalu, keputusan Nkurunziza untuk mencalonkan diri itu sah. Pihak penengah mesti fokus mempersiapkan pemilihan umum 2020 mendatang, tambahnya.
Kerusuhan di Burundi mengingatkan banyak warga di kawasan terhadap kasus pembunuhan massal di Rwanda 1994 lalu, demikian Reuters.
(Uu. KR-GNT)
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2017