"Bank memang ada kelemahannya, tapi hanya ini yang kita miliki sekarang," kata Darmin dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPR RI mengenai KUR di Jakarta, Selasa.
Darmin mengakui banyak usulan yang meminta agar sektor lain juga diberdayakan untuk menyalurkan KUR seperti koperasi atau lembaga pembiayaan lainnya, namun hal itu belum bisa dilakukan.
Menurut dia, sektor perbankan masih memegang peran paling besar dalam penyaluran KUR karena memiliki jaringan yang luas di seluruh Indonesia serta infrastruktur yang lebih memadai.
Selain itu, perbankan bisa menjamin adanya tata kelola maupun akuntabilitas penyaluran KUR agar kredit tersebut dapat tepat sasaran dan bermanfaat untuk mendorong perekonomian.
"Kita masih mengandalkan bank, mohon penyaluran ini jangan dibagi merata ke daerah, karena yang bisa menyalurkan adalah bank," ujar Darmin.
Meski demikian, Darmin mengakui, karena memegang teguh prinsip tata kelola, penyaluran KUR ini belum sepenuhnya menyentuh para buruh tani yang menggarap lahan pemilik tanah.
"Perbankan sudah saya tanya, orang tidak punya tanah feasible tidak? alasannya apa? kalau ditarik sama yang punya bagaimana? ini persoalan sustainability. Kita harus pikirkan jaminannya," katanya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga memberikan penjelasan mengenai penyaluran KUR yang dirasakan belum optimal oleh berbagai pihak karena tidak menyentuh masyarakat di daerah tertentu.
Menurut dia, penyaluran kredit yang belum efektif tersebut bisa jadi dikarenakan permintaan KUR yang melebihi suplai, dan belum tentu disebabkan oleh kesalahan perencanaan.
"Kalau masalah supply demand dimana suplai terbatas karena keuangan negara terbatas, maka kemampuan kita belum mencukupi untuk kebutuhan itu. Berbeda respon kalau ini kesalahan policy," katanya.
Untuk itu, ia memastikan pemerintah akan terus melakukan evaluasi dari penyaluran kredit ini, apalagi pelaksanaan KUR dalam dua tahun terakhir belum sepenuhnya menyentuh sektor produktif.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman D Hadad menambahkan pelaksanaan KUR akan lebih optimal mendukung ekonomi rakyat, apabila diikuti oleh pendampingan maupun pembinaan menyeluruh.
Pembinaan itu bisa sejalan dengan program keuangan inklusif yang sudah dicanangkan pemerintah, sehingga keberlanjutan bantuan modal usaha ini benar-benar efektif dalam mendorong perekonomian nasional.
"Para pelaku usaha ini perlu pendampingan, pembinaan dan marketing yang baik, sehingga ada keberlanjutan (sustainability) agar manfaat KUR ini bisa terus berlangsung," katanya.
Sebelumnya, realisasi penyaluran KUR per 31 Desember 2016 mencapai Rp94,4 triliun atau 94,4 persen dari target penyaluran Rp100 triliun.
Bantuan modal tersebut disalurkan kepada 4.362.599 debitur dengan realisasi kredit bermasalah (NPL) untuk penyaluran KUR pada 2016 hanya mencapai 0,37 persen.
KUR Mikro memiliki porsi penyaluran terbesar yaitu sebesar Rp65,6 triliun (69,5 persen), diikuti dengan KUR Ritel Rp28,6 triliun (30,3 persen), dan KUR Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Rp177 miliar (0,2 persen).
BRI menjadi penyalur KUR tertinggi pada 2016 sebesar Rp69,4 triliun, diikuti dengan Bank Mandiri sebesar Rp13,3 triliun, dan BNI sebesar Rp10,3 triliun. Sisanya disumbangkan oleh Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan penyalur lainnya.
Berdasarkan wilayah, penyaluran KUR masih didominasi oleh wilayah Jawa. Tiga provinsi dengan penyaluran KUR tertinggi adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat.
Pada 2017, pemerintah menargetkan penyaluran KUR sebesar Rp110 triliun dengan fokus utama kepada sektor produksi yaitu pertanian, perikanan, dan industri sebanyak 40 persen.
Pewarta: Satyagraha
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017