"Pengangkatan kembali Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta padahal menyandang status terdakwa mengundang kontroversial di publik," kata Jazuli di Gedung Nusantara I, Jakarta, Senin.
Menurut Jazuli, DPR perlu merespon kritik yang meluas di masyarakat atas pengangkatan kembali Ahok tersebut, dan cara yang paling tepat dan konstitusional untuk mempertanyakan itu adalah menggunakan Hak Angket DPR.
Ia menegaskan Fraksi PKS bersama Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Demokrat, dan Fraksi PAN resmi menggulirkan Hak Angket DPR agar pemerintah bisa menjelaskan kepada publik.
"Hak Angket ini agar pemerintah bisa menjelaskan kepada masyarakat tentang landasan hukum pengangkatan kembali Ahok, sehingga jelas dan tidak ada kesimpangsiuran," ujarnya.
Jazuli mengatakan Hak Angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Menurut dia, Hak angket diusulkan oleh paling sedikit 25 orang anggota DPR dan lebih dari satu fraksi.
"Berbagai pihak mulai tokoh masyarakat hingga pakar hukum tata negara menilai pengangkatan kembali Ahok sebagai gubernur DKI Jakarta cacat yuridis karena bertentangan dengan Pasal 83 Ayat (1), (2), dan (3) UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah," katanya.
Menurut dia Pasal 83 ayat (1) UU Pemda menyebutkan bahwa Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat lima tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ia menjelaskan Pasal 83 ayat (2) UU Pemda menyebutkan bahwa kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang menjadi terdakwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di pengadilan.
"Lalu Pasal 83 ayat (3) UU Pemda menyebutkan pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota," katanya.
Menurut dia, status Ahok saat ini adalah terdakwa penistaan agama dengan Nomor Register Perkara IDM 147/JKT.UT/12/2016 di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan didakwa pasal 156a dan 156 KUHP tentang penodaan agama dengan hukuman penjara 5 tahun dan 4 tahun.
Dia mengatakan pemberhentian sementara ini juga bukan kali pertama dilakukan tapi sudah lazim dilakukan sebelumnya, seperti kasus Bupati Bogor, Gubernur Sumatera Utara, Gubernur Banten, Wakil Walikota Probolinggo, Bupati Ogan Ilir, Bupati Subang.
"Semuanya diberhentikan tidak lama setelah yang bersangkutan berstatus sebagai terdakwa. Tanpa harus menunggu dan bergantung pada tuntutan requisitor yang diajukan Jaksa di persidangan," ujarnya.
Jazuli menegaskan inisiator Hak Angket itu akan menggalang dukungan anggota DPR lintas Fraksi agar dapat segera diproses secara kelembagaan DPR.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017