Beijing (ANTARA News) - Target total nilai perdagangan RI-China sebesar 30 miliar dolar AS pada 2010 optimis dapat tercapai, jika melihat makin membaiknya hubungan ekonomi dan perdagangan kedua negara. "Insya Allah target total nilai perdagangan kedua negara 30 miliar dolar pada 2010 bisa tercapai sejalan dengan terus diupayakan berbagai kerjasama dan hubungan ekonomi antara RI dan China," kata Wakil Kepala Perwakilan RI Kedubes Beijing, Mohamad Oemar, di Beijing, Rabu. Pemimpin kedua negara, yakni Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Hu Jintao, dalam kerangka Kerjasama Strategis, di Jakarta April 2005 telah mencanangkan target volume perdagangan kedua negara mencapai 30 miliar dolar AS pada 2010. Ia mengatakan upaya berbagai langkah pencapaian target terus diupayakan, antara lain dengan meningkatkan upaya promosi di kedua negara dan investasi. "Pilar ekonomi yang harus didorong adalah investasi China di Indonesia dan saya kira dari segi kebutuhan yang bisa saling melengkapi potensinya akan sangat besar," katanya. Sejumlah investor China saat ini melirik potensi energi pembangkit tenaga listrik di Indonesia, yang di satu sisi Indonesia sangat membutuhkan pembangkit listrik baru dan di sisi lain China menginginkan investasi. Oemar juga berharap dengan adanya peningkatan kerjasama ekonomi kedua negara, maka neraca perdagangan Indonesia-China diharapkan bisa memberikan surplus bagi Indonesia atau minimal imbang. Namun demikian, Oemar tidak menyebutkan berapa besarnya defisit neraca perdagangan Indonesia dengan China saat ini. Data BPS menunjukkan neraca perdagangan Indonesia dengan China menunjukkan angka defisit bagi Indonesia, mengingat pada 2005 ekspor Indonesia ke China mencapai 3,96 miliar dolar AS, sementara impor dari China 4,55 miliar dolar AS. Sementara pada tahun 2006 nilai defisitnya mengecil, yaitu ekspornya mencapai 5,45 miliar dolar AS, sementara impornya 5,50 miliar dolar AS. Kabid Ekonomi KBRI Beijing, Andriana Supandy, sebelumnya mengemukakan Indonesia akan lebih memfokuskan melakukan promosi ke sejumlah provinsi non-tradisional di China dalam upaya lebih memperkenalkan dan pemerataan potensi produk ekspor non migas dan jasa ke daratan China. Menurutnya, selama ini pengusaha Indonesia masih terlalu terkonsentrasi ke sejumlah kota atau provinsi tradisional, seperti ke Beijing, Shanghai, dan Guangzhou. Andriana mengatakan, sebenarnya provinsi lain di China juga mempunyai potensi besar untuk bisa menyerap berbagai produk non migas Indonesia, disamping memiliki potensi pariwisata dan investasi. "Memang provinsi-provinsi non tradisional tersebut umumnya terletak di tengah daratan (land lock) yaitu tidak berada di tepi laut," katanya. Provinsi non tradisional yang dimaksud antara lain Provinsi Anhui, Henan, Hunan, Hebei, Hubei, dan Provinsi Jiangxi. (*)
Copyright © ANTARA 2007