Jakarta (ANTARA NeWs) - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan pemerintah tidak akan melarang buruh melakukan aksi demo untuk merayakan hari buruh (May Day), namun menolak jika tanggal 1 Mei ditetapkan sebagai hari libur. "Kalau mau merayakan silakan. Pemerintah tidak melarang untuk merayakannya tetapi tidak libur," kata Wapres Jusuf Kalla menanggapi aksi demo buruh dalam rangka May Day di Jakarta, Selasa. Sebelumnya dalam aksi demonya para buruh menuntut pemerintah agar menetapkan tanggal 1 Mei menjadi hari libur sebagai hari buruh nasional. Menurut Wapres, kalau semua profesi meminta ada hari libur, maka tentu akan banyak sekali hari libur. Wapres menjelaskan bahwa dalam sistem hari libur Indonesia hanya mengenal dua macam, pertama hari libur nasional yang hanya dua yakni 1 Januari dan 17 Agustus. Kedua, hari libur keagamaan, yakni 13 hari, terdiri lima hari libur Islam, tiga Katolik dan Kriten serta masing-masing satu hari untuk Hindu, Budha dan Konghuchu. "Kalau semua profesi minta hari libur tentu sulit karena banyak sekali profesi di Indonesia, dan nanti tidak ada habis-habisnya," kata Wapres. Selama ini dalam satu tahun Indonesia telah memiliki libur sebanyak 16 hari, itu sudah termasuk yang tinggi di antara negara-negara Asia ini. Wapres mencontohkan HUT TNI pada 5 Oktober tetap dirayakan, namun tidak diliburkan. "Buruh boleh menggunakan hak demokrasinya dalam bentuk katakanlah demonstrasi atau mogok, tetapi yang penting harus damai dan tidak boleh ada kekerasan (merusak). Begitu ada kekerasan (merusak) polisi akan bertindak sesuai dengan aturan," kata Wapres Jusuf Kalla di Jakarta, Selasa, saat memberikan keterangan pers menyambut peringatan hari buruh. Wapres mengharapkan keadaan seperti ini akan berlangsung terus dengan damai bahwa buruh bisa menyuarakan haknya, menyuarakan nilai moralnya, namun tetap berlangsung dengan damai dan aman. Mengenai upah buruh, Wapres mengatakan bahwa di Indonesia tidak mengenal upah buruh murah tetapi yang ada upah minimum. Upah buruh di Indonesia, tambah Wapres, jika dibandingkan dengan Singapura memang lebih rendah, tetapi jika dibandingkan dengan Vietnam, China dan India hampir sama. "Dalam pertumbuhan ekonomi kita yang sekitar lima, enam persen, kalau kita naikkan terus tinggi, maka justru akan terjadi pengurangan lapangan kerja. Jadi upah minimun itu dinaikkan secara tahap demi tahap," kata Wapres. Mengenai pekerja kontrak, Wapres mengakui bahwa pekerja kontrak dibutuhkan untuk mengerjakan pekerjaan yang khusus (spesialis) dan pekerjaan yang temporeer atau dalam waktu pendek, namun untuk pekerja kontrak, tambahnya, memang harus ada syarat-syaratnya. "Yang lebih penting itu kita tetap jaga usaha itu agar tetap berjalan. Kalau usaha tidak berjalan, jangankan pekerja kontrak, pegawai tetap saja akan di PHK," kata Wapres. Sementera mengenai konsep pemberian uang pesangon bagi pekerja yang terkena PHK, Wapres mengemukakan Rancangan Peraturan pemerintah (RPP) sudah ada dan diharapkan Mei ini sudah bisa dikeluarkan. "Yang penting, semua yang di PHK itu harus dijamin dibayar dengan ketentuan yang benar dengan cara pengusaha menyediakannya melalui premi asuransi," kata Wapres. Namun mengenai besarnya premi yang harus dibayarkan oleh para pengusaha, Wapres menperkirakan berkisar antara dua sampai lima persen. (*)
Copyright © ANTARA 2007