Jakarta (ANTARA News) - Kurs rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antar bank Jakarta, Rabu sore naik tajam menjadi Rp10.775/10.825 per dolar AS dibanding penutupan sebelumnya Rp10.900/11.000 atau menguat 125 basis poin.
Direktur Retail Banking PT Bank Mega Tbk, Kostaman Thayib di Jakarta, mengatakan, kenaikan rupiah terhadap dolar AS terpicu oleh rencana pemerintah yang akan menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) pada bulan ini.
Rencana penerbitan SUN didukung pula oleh turunnya suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 50 basis poin menjadi 8,75 persen dari sebelumnya 9,25 persen, katanya.
Akibatnya, menurut dia, pelaku pasar memburu rupiah sehingga mata uang lokal itu mengalami kenaikan yang cukup tajam mendekati angka Rp10.500 per dolar AS.
"Kami optimistis penerbitan SUN itu akan memicu pelaku lokal maupun asing menempatkan dananya di obligasi pemerintah," ujarnya.
Jadi, lanjut dia, penurunan BI Rate sebesar 50 basis poin sejalan dengan merosotnya bunga bank sentral AS (Federal Reserve) yang mencapai 0 persen sehingga selisih jarak tingkat suku bunga rupiah dan dolar AS tetap tinggi.
Penurunan BI Rate diharapkan juga akan mendorong perbankan menurunkan suku bunganya dalam waktu tidak lama, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional lebih baik, ucapnya.
Ia mengatakan, peluang laju inflasi bulan Januari juga cukup tinggi, maka penurunan BI Rate kemungkinan akan kembali berlanjut dalam upaya mendorong tumbuhnya sektor riil.
Sektor akan bisa bergerak apabila tingkat suku bunga acuan itu turun hingga mencapai 8 persen, ujarnya.
Para pelaku, menurut dia optimistis pertumbuhan ekonomi nasional akan tumbuh lebih cepat, karena dengan turunnya BI Rate yang diikuti suku bunga bank, maka permintaan kredit nasabah kepada bank akan semakin gencar baik untuk menambah modal maupun usaha baru.
Apabila ini berjalan dengan lancar, maka pergerakan rupiah terhadap dolar AS akan semakin baik, karena indikator ekonomi nasional makin bagus, ucapnya.
Kalau ekonomi tumbuh dengan baik, lanjut dia kemungkinan rupiah akan terus menguat hingga mendekati Rp10.000 per dolar AS, meski sejumlah kalangan meragukan akan kemampuan rupiah mencapai posisi tersebut.
"Kami masih memperhatikan gejolak harga minyak mentah dunia yang mulai kembali menguat yang akan menggerus dana APBN pemerintah," katanya. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009