"Kalau KPK meminta kita wajib memenuhi permintaan tersebut. Sebagai instansi pemerintahan harus saling mendukung karena yang dilakukan KPK merupakan implementasi good governance sehingga perlu didukung," ujar Wakil Dubes KBRI Kuala Lumpur, Andreano Erwin didampingi Atase Imigrasi Mulkan Lekat, di Kuala Lumpur, Rabu.
Andreano mengatakan pihaknya siap saja kalau KPK memerlukan informasi atau verifikasi terhadap staf KBRI yang saat itu mengikuti kegiatan terkait penetapan tersangka tersebut.
"Kalau memang ada staf yang mau diperiksa kami akan minta izin dari Dirjen Imigrasi," katanya.
Andreano mengatakan pihaknya turut prihatin dengan penetapan tersangka tersebut karena bagaimanapun yang bersangkutan pernah bekerja di KBRI Kuala Lumpur.
"Kami prihatin bagaimanapun dia pernah bekerja di KBRI Kuala Lumpur dan proses ini saya rasa sedikit banyak membuat kami tersentak tetapi tidak menurunkan semangat kami untuk melayani WNI," katanya.
Dia mengatakan proses hukum masih berjalan dan pihaknya perlu menghormati biarlah proses pengadilan yang akan membuktikan dan penyimpangan-penyimpangan apa saja yang dituduhkan bisa terbukti.
Tentang keterlambatan auditor internal KBRI, dia mengatakan yang dimaksud KPK mungkin terkait rentang tugas yang bersangkutan antara 2013 - 2016.
"Yang disampaikan KPK terkait masa tugas beliau tetapi kalau dilihat secara lebih spesifik, yang disampaikan dari masalah ini terkait program reach out dimana ada petugas KBRI dan imigrasi ke tempat-tempat konsentrasi pekerja Indonesia di luar Kuala Lumpur untuk menguruskan paspor," katanya.
Dia juga menegaskan kerjasama antara KPK dengan Malaysia Anti Corruption Commission (MACC) sudah berkali-kali dilakukan.
"Kalau melihat kejadian di KBRI Kuala Lumpur ke belakang itu kerjasama KPK dan lembaga rasuah di Malaysia. Saya tidak mau berspekulasi. Mungkin laporan masyarakat karena merasa dirugikan kemudian dikembangkan oleh lembaga rasuah Malaysia. Kemudian saat dikembangkan mereka melihat perlu keterlibatan KPK maka mereka hubungi KPK," katanya.
Andreano mengatakan menurut informasi yang diterima kasus tersebut juga melibatkan warga Malaysia karena itu pihaknya menyerahkan ranah hukum pemerintah Malaysia.
"Kalau tidak salah pertengahan tahun lalu KPK sempat ke sini dan melakukan pemeriksaan ke KBRI maupun koordinasi dengan MACC. KPK tentu mempunyai kriteria mana laporan yang valid dan tidak. Ini dasar mereka melakukan penyelidikan sebelum dinaikkan ke penyidikan," katanya.
"Reach Out" Dilanjutkan
Andreano mengatakan program "reach out" bagus karena merupakan bentuk kehadiran negara tidak hanya di KBRI tetapi bisa juga mendatangi tempat-tempat TKI di luar perwakilan.
"Kami akan tetap melaksanakan program ini dengan penyesuaian. Dulu saat 2009 program reach out dimulai Sistim Informasi Manajemen Keimigrasian (SIMKIM) belum ada sekarang SIMKIM sudah ada tentu ini berpengaruh pada proses reach out," katanya.
Dia menegaskan pihaknya juga akan melakukan perubahan SOP sebagai contoh hanya akan melakukan reach out terhadap TKI langsung yang dipekerjakan langsung oleh perusahaan-perusahaan di Malaysia agar mudah mengontrolnya.
"Harap diingat kejadian ini diluar KBRI bukan di dalam KBRI," katanya.
Sehubungan kasus tersebut pihaknya sudah komunikasi dan menyemangati staf KBRI Kuala Lumpur.
"Jangan sampai kasus ini jadi alasan untuk mengeneralisir kalau semua staf KBRI Kuala Lumpur buruk. Dalam waktu dekat kami akan kumpulkan untuk memberi menjelaskan," katanya.
Pewarta: Agus Setiawan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017