Banda Aceh (ANTARA News) - Puluhan Kepala Keluarga (KK) korban tsunami Desa Baet, Kecamatan Baitussalam Kota Banda Aceh, minta pihak donor Bank Pembangunan Asia (ADB) mempercepat realisasi pembangunan rumah bagi mereka. "Kami minta pihak donor ADB untuk merealisasikan pembangunan rumah kami, sebab sebagian besar rumah korban tsunami lainnya di desa ini sudah selesai," kata Taufiq, seorang warga Dusun Teungku Chik, di Aceh Besar, Selasa. Ia menyatakan, tidak mengetahui alasan kelambanan pihak donor membangun rumah permanen yang pernah dijanjikan sebelumnya. Sementara puluhan unit rumah korban di dusun lain, Desa Baet tersebut sedang dan sudah selesai dibangun yang juga dananya dari ADB. "Bahkan, yang sedang dan sudah selesai dibangun itu pemiliknya bukan korban tsunami dan bukan penduduk di desa kami," tambahnya. Akumulasi protes warga korban tsunami itu menyebabkan perusakan dua unit gudang penyimpang material bangunan milik perusahan rekanan dari proyek perumahan ADB tersebut. Sementara itu, Kades Baet Drh M Isa menjelaskan tidak ada masalah dengan pembangunan rumah korban tsunami yang didanai ADB di desanya. "Itu hanya kesalahpahaman saja, namun semuanya telah selesai dibicarakan dengan warga korban tsunami," katanya. Ia menjelaskan masalah tersebut telah diselesaikan setelah korban tsunami yang rumahnya belum dibangun itu berdialog langsung dengan pihak Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias serta perwakilan ADB. Seorang staf ADB Banda Aceh menyebutkan ADB hanya mendanai proyek pembangunan sebanyak 191 unit rumah korban tsunami Desa Baet. "Saya tidak berkompeten menjawab pertanyaan itu. Namun masalah pembangunan rumah korban tsunami di desa ini, ADB hanya mengalokasikan dana, sementara pelaksanaan pembangunan di bawah koordinasi BRR NAD-Nias," kata sumber ADB yang minta namanya tidak ditulis. Sementara itu, Kepala Satker BRR NAD-Nias bidang perumahan ADB, Zaini menjelaskan keterlambatan pembangunan sebanyak 47 unit rumah ADB yang akan diperuntukkan bagi korban tsunami Desa Baet itu karena masalah teknis. "Itu hanya masalah tehnis terkait dengan tender. Tender pertama gagal karena ada persyaratan rekanan yang tidak terpenuhi, kemudian dilakukan tender ulang dan itu sudah selesai," katanya.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007