"Yang paling berkesan adalah perjuangan tak terlihat. Setiap hari kita pulang sekitar jam 11 malam. Ketika kita masuk kamar baru dikasih tahu besok jadwalnya apa. Jadi kita harus berpikir mau pakai baju apa (besok)," ujar dia dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa.
Kezia menambahkan panitia ajang tersebut juga terkesan kurang informatif, utamanya soal baju apa saja yang harus dikenakan pada setiap acara.
"Belum hapus make up, belum mandi, belum segala macam, bisa dibayangkan itu selesai jam 1 pagi. Dan besok paginya kita harus standby jam 6 pagi," sambung Kezia.
Padahal dalam ajang kecantikan lainnya, dia mengaku layaknya puteri, dia tak perlu susah payah menyiapkan perlengkapan dari ujung kepala hingga ujung kaki.
"Biasanya kalau puteri, disiapin bajunya, disiapin aksesorisnya, disiapin sepatunya, di-make up-in. Biasanya kita disiapin dari ujung kepala sampai ujung rambut, pada saat itu setiap hari kita siapin sendiri. Diajarkan yang namanya kemandirian. Tidak hanya cantik, tetapi diajarkan kemandirian," tutur puteri dari Sulawesi Utara itu.
"Saat itu Kezia bawa 10 koper. Tiga koper national costume, 1 peti dari Kak Ivan, enam koper (punya pribadi). Kita bawa sendiri," imbuh Kezia.
Dia mengatakan selama masa karantina hingga malam final Miss Universe semua kontestan tampil luar biasa. Dan dari ajang itu dia mengaku belajar banyak hal.
"Menjadi diri sendiri, belajar banyak. Evaluasi tidak hanya dari fisik (beauty) tetapi juga brain dan behavior juga," pungkas Kezia.
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2017