Jakarta (ANTARA News) - Peluang Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan BI Rate cukup besar, setelah Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan Indonesia mengalami deflasi 0,16 persen dari laju inflasi April 2007 sekitar 0,24 persen. "Besarnya peluang BI Rate untuk turun lagi harus diikuti pula oleh Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) agar perbankan juga bisa menurunkan cost of fund (biaya dana) lebih lanjut," kata Direktur Retail Banking PT Bank Mega Tbk, Kostaman Thayib, di Jakarta, Selasa. BI Rate, menurut dia, kemungkinan akan turun sebesar 25 basis poin menjadi 8,75 persen dari sebelumnya 9,00 persen, setelah sempat mencapai angka tertinggi 12,50 persen, namun secara perlahan-lahan kembali turun. Turunnya BI Rate hingga mencapai 9,00 persen itu diharapkan dapat memicu pertumbuhan ekonomi yang didukung oleh aktifnya perbankan menyalurkan kreditnya kepada masyarakat untuk mendorong fungsi intermediasi bank terus meningkat, katanya. Ia mengatakan penurunan BI Rate ini diharapkan diikuti pula oleh Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) sebesar 25 basis poin, sehingga bunga BI Rate dan bunga penjaminan masing-masing mencapai 8,75 persen. LPS sebelumnya pernah tidak menurunkan bunga penjaminan yang masih bertengger di level 9,25 persen, ketika BI Rate turun 25 basis poin menjadi 9,00 persen dengan alasan untuk mempertahankan kepercayaan nasabah, katanya. Meski demikian, penurunan BI Rate masih belum memberikan warna yang lebih baik terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, karena belum bergeraknya sektor riil. Pemerintah sudah melakukan berbagai perbaikan terhadap iklim investasi, keamanan dan kenyamanan, namun kebijakan ini dinilai belum optimal dibanding negara-negara tetangga lainnya. Negara-negara tetangga di Asia, telah melakukan perbaikan iklim investasi dalam satu atap, kenyamanan dan keamanan, serta kepastian hukum. Mereka juga memberikan pajak nol persen kepada investor asing yang mendorong mereka lebih suka ke negara-negara tetangga tersebut, demikian Kostaman. (*)
Copyright © ANTARA 2007