Brussels, Belgia (ANTARA News) - Uni Eropa akan tetap menerapkan sanksi kepada Rusia sampai Moskow menghentikan dukungannya kepada pemberontak separatis di Ukraina, kata para menteri luar negeri Uni Eropa justru pada saat Presiden Amerika Serikat Donald Trump menjanjikan hubungan yang lebih baik dengan Rusia.
"Tak ada alasan untuk relaksasi sanksi itu," kata Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson merujuk sanksi yang diterapkan bersama AS pada 2014 terhadap sektor energi, keuangan dan pertahanan Rusia.
Uni Eropa makin memperlihatkan front bersatu untuk tujuan kebijakan luar negeri yang bertolak belakang dengan Trump pada banyak hal, termasuk menyangkut Iran, China dan peran NATO.
Uni Eropa yang walaupun tergantung kepada minyak dan gas Rusia, menyatakan tak akan pernah mengakui aneksasi Semenanjung Krimea milik Ukraina oleh Rusia dan sebaliknya menuntut Rusia mematuhi kesepakatan damai Minks untuk Ukraina timur.
"Saya tak mau mengomentari di mana posisi pemerintahan AS dalam isu ini, namun saya bisa katakan di mana posisi Eropa menyangkut soal ini," kata kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Federica Mogherini.
Namun para diplomat Uni Eropa mengkhawatirkan pencabutan sanksi kepada Rusia oleh AS akan menyulitkan Uni Eropa dalam mempertahankan sanksi itu. Negara-negara Eropa yang condong ke Rusia seperti Hungaria, Italia, Yunani dan Bulgaria malah ingin meningkatkan hubungan bisnis dengan Rusia.
Prancis dan Jerman yang membantu negosiasi damai Minks antara Rusia dan Ukraina, berkata kepada para menteri luar negeri Uni Eropa bahwa penting sekali memastikan diskusi menyangkut sanksi dalam kaitannya dengan konflik Ukraina yang sudah menewaskan 10.000 orang sejak April 2014 itu.
Trump menyatakan akan mengendurkan sanksi kepada Rusia sebagai imbal balik dari pemangkasan skala nuklir Rusia, namun sikap Trump ini ditentang Uni Eropa.
Para menteri luar negeri Uni Eropa kemudian menyambut pernyataan duta besar AS untuk PBB yang baru yang menyatakan AS tidak akan mencabut sanksi kepada Rusia sepanjang negara itu tidak menarik pasukannya dari Krimea, demikian Reuters.
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017