Jakarta (ANTARA News)- Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar uang Jakarta, Selasa sore, menguat tujuh poin menjadi Rp9.075/9.080 per dolar AS dibandingkan penutupan hari sebelumnya Rp9.083/9.085, setelah Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan Indonesia deflasi 0,16 persen ketimbang inflasi.
Analis Valas PT Bank Niaga Tbk, Noel Chandra, di Jakarta, mengatakan pengumuman BPS memicu pelaku lokal kembali membeli rupiah yang mendorong mata uang lokal itu menguat lebih tinggi dibanding sesi sebelumnya.
Namun aksi beli rupiah oleh pelaku lokal terjadi menjelang penutupan sesi sore, sehingga sentimen positif itu kurang memicu pergerakan rupiah untuk menguat lebih tinggi, katanya.
Meski demikian, lanjutnya, rupiah terus menunjukkan pergerakan yang positif yang diperkirakan akan bisa mencapai level Rp9.050 per dolar AS.
Rupiah selama minggu lalu masih berkutat di antara kisaran Rp9.075 sampai Rp9.100 per dolar AS, karena Bank Indonesia masih bermain di pasar mengawasi pergerakan rupiah, katanya.
BI, menurut dia, lebih baik membiarkan mata uang lokal bergerak sesuai dengan kehendak pasar, karena dengan menguatnya rupiah hingga ke level tertentu menunjukkan bahwa fundamental ekonomi makro Indonesia semakin baik.
Meski demikian, otoritas moneter itu kemungkinan mempunyai kebijakan lain yang perlu dilakukan, apalagi sebagai bank sentral yang mengatur berbagai kepentingan terutama terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, katanya.
Karena itu, lanjutnya, rupiah masih sulit untuk bisa mendekati level Rp9.050 per dolar AS, karena BI akan segera mengantisipasi dengan masuk pasar, apalagi BI memiliki cadangan devisa yang cukup.
Namun rupiah secara perlahan-lahan rupiah terus menuju ke arah sana, apalagi dukungan pasar yang positif makin besar seiring dengan berubahnya pertumbuhan ekonomi dunia dari Amerika Serikat ke Eropa dan Jepang, katanya.
Pasar, menurut dia, juga menunggu rencana Bank Sentral AS (The Fed) yang akan menurunkan suku bunga AS pada tahun ini untuk memicu pertumbuhan ekonominya, meski mereka masih khawatir dengan tingkat inflasinya.
Karena itu dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi AS memberikan tekanan negatif terhadap dolar AS dan beralih ke euro maupun yen, katanya.
Bank Sentral Jepang (BoJ) juga berencana untuk menaikkan tingkat suku bunganya untuk memicu yen menguat, setelah beberapa lama mata uangnya masih berada di bawah level 120 yen.
Apabila yen mencapai 120, maka nilai tukar itu menunjukkan fundamental ekonomi Jepang cukup baik bahkan produk yang ditawarkan di luar negeri makin kompetitif, demikian Noel Chandra. (*)
Copyright © ANTARA 2007