Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan cukup yakin bahwa uang 11.300 dolar Singapura yang disita dari brankas milik tersangka Basuki Hariman terkait dengan permohonan uji materi yang menjerat mantan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar.
"Ya tentu kami sudah lakukan penyitaan terhadap uang tersebut, dan kami cukup yakin itu ada kaitannya dengan perkara yang sedang kami usut," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Senin.
Febri menyatakan bahwa uang sebesar 11.300 dolar Singapura itu ada kaitan dengan indikasi pemberian hadiah atau janji soal uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan tersebut.
Sebelumnya, KPK menyita 11.300 dolar Singapura dari brankas milik tersangka Basuki Hariman yang diduga menyuap hakim Konstitusi Patrialis Akbar terkait permohonan uji materi.
"Dalam geledah yang dilakukan Jumat (27/1) juga disita satu brankas di kantor BHR (Basuki Hariman). Selain stempel dan cap, kami temukan brankas yang disita isinya dan setelah dibuka ditemukan yang 11.300 dollar Singapura yang diduga terkait dengan perkara sedang disidik KPK saat ini," kata Febri di Jakarta, Selasa (31/1).
Dalam penggeledahan yang sama di kantor PT Sumber Laut Perkasa di Sunter pada Jumat (27/1), penyidik KPK juga menemukan 28 cap atau stempel yang bertuliskan nama kementerian dan organisasi internasional terkait dengan importasi daging.
Stempel itu antara lain merupakan stempel Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI, label halal dari negara pengekspor daging seperti "Austalian Halal Food Services", "Islamic Coordinating Council of Victoria", Queensland, Kanada dan China.
Patrialis ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga menerima hadiah dalam bentuk mata uang asing sebesar 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,1 miliar) dari Direktur Utama PT Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama Basuki Hariman agar permohonan uji materil Perkara No. 129/PUU-XIII/2015 tentang UU Nomor 41 Tahun 2014 Peternakan Dan Kesehatan Hewan agar dikabulkan MK.
Perkara No. 129/PUU-XIII/2015 itu sendiri diajukan oleh 6 pemohon yaitu Teguh Boediayana, Mangku Sitepu, Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Gun Gun Muhammad Lutfhi Nugraha, Asnawi dan Rachmat Pambudi yang merasa dirugikan akibat pemberlakuan zona "base" di Indonesia karena pemberlakuan zona itu mengancam kesehatan ternak, menjadikan sangat bebasnya importasi daging segar yang akan mendesak usaha peternakan sapi lokal, serta tidak tersedianya daging dan susu segar sehat yang selama ini telah dinikmati.
UU itu mengatur bahwa impor daging bisa dilakukan dari negara "Zone Based", dimana impor bisa dilakukan dari negara yang sebenarnya masuk dalam zona merah (berbahaya) hewan ternak bebas dari Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), termasuk sapi dari India.
Hal itu berbeda dengan aturan sebelumnya, yakni "country based" yang hanya membuka impor dari negara-negara yang sudah terbebas dari PMK seperti Australia dan Selandia Baru. Australia adalah negara asal sapi impor PT Sumber Laut Perkasa.
Patrialis bersama dengan orang kepercayaannya Kamaludin disangkakan pasal 12 huruf c atau pasal 11 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah UU No. 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama seumur hidup atau 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Tersangka pemberi suap adalah Basuki dan sekretarisnya, Ng Fenny, yang disangkakan pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017