Jakarta (ANTARA News)- Ribuan buruh yang memadati bundaran Bank Indonesia (BI) di Jakarta, Selasa, dalam rangka Hari Buruh Internasional yang disebut juga "Mayday" bergerak melakukan "long march" menuju Istana Merdeka, dengan meneriakkan yel-yel protes atas rendahnya upah serta penindasan majikan terhadap kaum buruh.
Berbagai massa komponen serikat buruh, antara lain yang tergabung dalam Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI), GRI (Gerakan Rakyat Indonesia), serta FRI (Front Rakyat Indonesia) yang sejak pukul 09.00 WIB telah berkumpul di bundaran Bank Indonesia bergerak menuju Istana Merdeka, sehingga memacetkan jalan Merdeka Barat, demikian pantauan ANTARA.
Kelompok GSBI dalam orasinya menuntut empat hal, yakni pertama kembalikan kebebasan demokrasi berserikat, stop rasionalisasi sepihak, jadikan buruh kontrak sebagai pegawai tetap, serta beri karyawan upah yang layak.
Senada dengan itu, kelompok GRI dalam spanduk-spanduknya menuntut agar pemerintah mencabut undang-undang penanaman modal asing yang dapat merugikan karyawan.
Pekerja pers
Sementara itu, Ketua Serikat Pekerja ANTARA (SPA) M. Theo Yusuf pada kesempatan sama mengemukakan perlunya perusahaan pers memperhatikan kesejahteraan para wartawannya.
Mengutip data survei Aliansi Jurnalis Independen (AJI) tahun 2005, disebutkan bahwa wartawan pada umumnya masih berada dalam posisi yang kurang beruntung.
Sejumlah 29,1 persen wartawan yang berpendidikan S1 masih bergaji di bawah Rp 1 juta sebulan, sedangkan menurut Badan Pusat Statistik, pekerja berpendidikan S1 pada tahun 2003 memperoleh gaji rata-rata Rp 1,48 juta. Tenaga profesional, menurut BPS, rata-rata bergaji Rp 1,1 juta sebulan, sedangkan 34 persen wartawan bergaji di bawah Rp 1 juta.
Disisi lain, masih ada wartawan yang gajinya kurang dari Rp 200.000 sebulan, walaupun hanya 1,5 persen dari jumlah wartawan yang disurvei. Jauh lebih banyak lagi wartawan yang gajinya kurang dari rata-rata upah minimum setempat, yaitu 11,5 persen.
Sedangkan wartawan yang memperoleh gaji kurang dari Rp 1.800.000, suatu jumlah yang tetap tidak akan cukup untuk dapat menghidupi seluruh keluarga secara memadai, berjumlah 64,3 persen dari yang disurvei.
"Karena itu, para pekerja pers harus bersatu dan berjuang melalui serikat pekerjanya masing-masing, untuk memperbaiki nasib bersama," kata Theo Yusuf.
Aksi peringatan "Mayday" yang terkonsentrasi sebelumnya di bundaran Bank Indonesia (BI) tersebut juga dimeriahkan dengan ikut sertanya para pekerja seks, kelompok lesbian, gay, biseksual, transgender/transeksual (waria) yang tergabung dalam tiga organisasi massa, yakni "Arus Pelangi", "Yayasan Srikandi Sejati" serta "Forum Komunikasi Waria".
Dalam orasinya, ketiga kelompok organisasi yang tergabung dalam Serikat Pekerja Front Rakyat Indonesia (FRI) ini menuntut agar pemerintah menjalankan kewajibannya dengan memberikan hak atas pekerjaan bagi semua warga negara Indonesia, termasuk di dalamnya kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender/transeksual (LGBT).
Dikatakan bahwa kelompok LGBT ini termasuk kelompok masyarakat rentan yang terus-menerus mendapat perlakuan diskriminasi dalam hal pekerjaan. (*)
Copyright © ANTARA 2007