Jakarta (ANTARA News) - Klarifikasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dinilai menyalahi peraturan perpajakan di Indonesia, khususnya terkait permohonan dan pembatalan Surat Ketetapan Pajak Kelebihan Bayar (SKPKB) oleh wajib pajak (WP).

"Klarifikasi DJP tertulis kemarin, terkait refund pajak PT AEK senilai Rp19 miliar salahi UU KUP (ketentuan umum perpajakan) itu sendiri," demikian Kuasa Hukum PT AEK, Cuaca Bangun, saat dihubungi di Jakarta, Minggu.

Sebelumnya Ditjen Pajak secara tertulis memberikan klarifikasi tertulis terhadap tudingan dugaan pelanggaran UU KUP karena tidak mengembalikan pajak (refund) Rp19 miliar kepada perusahaan perdagangan dan purna jual elektronik, PT AEK.

Hal itu karena DJP memberikan keputusan pembatalan SKPKB lewat waktu 6 (enam) bulan.

DJP menegaskan bahwa proses penerbitan keputusan dalam kasus PT AEK telah sesuai dengan prosedur dan tidak melanggar UU KUP sehingga tidak merugikan hak WP.

Selain itu, berdasarkan pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP, WP berhak menyampaikan permohonan pembatalan atau pengurangan Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang tidak benar.

PT AEK menyampaikan permohonan pembatalan ini pada 13 Mei 2016 dan kemudian sesuai pasal 36 ayat (1c) UU KUP, Direktur Jenderal Pajak telah menolak permohonan itu dan dijawab pada 3 November 2016.

Menurut Cuaca, berdasarkan pasal 36 ayat (1c) UU KUP, DJP harus memberikan keputusan atas permohonan WP dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan diterima.

Kemudian, lanjut dia, DJP pada 1 Desember 2016 mengeluarkan keputusan terakhir untuk membetulkan keputusan 3 November 2016.

"Jadi, keputusan 1 Desember 2016 adalah keputusan yang benar menurut peraturan perpajakan sehingga lucu keliru kalau kita patuh kepada keputusan salah pada 3 November 2016," katanya.

Oleh karena itu, tegasnya, pihaknya membantah keras klarifikasi dari Dirjen Pajak c.q. Kepala Kanwil DJP Jakarta Pusat yang mengatakan keputusan pembetulan pada 1 Desember 2016 tidak mengubah isi surat keputusan 3 November 2016.

Dia menilai aneh, jika dikatakan apa yang dibetulkan Kepala Kanwil kalau tidak mengubah isinya? Bahwa keputusan yang terbit pada tanggal 1 Desember 2016 mengubah isi berupa bagian "menimbang" serta mengubah isi obyek "Diktum memutuskan".

Keputusan Direktur Jenderal Pajak 1 Desember 2016 itupun dinyatakan mulai berlaku pada 1 Desember 2016.

Pada bagian lain, Cuaca juga berencana akan menempuh jalur hukum melalui Pengadilan Pajak jika DJP tetap bersikeras dan tak mau mengembalikan dana refund PT AEK itu.

"Sebenarnya ini hanya soal kelalaian oknum perpajakan sebab secara hukum jika lewat enam bulan, otomatis permohonan SKPKB Wajib Pajak dikabulkan," katanya.

Sekali lagi, ia berharap persoalan ini bisa diselesaikan tanpa melalui proses hukum pengadilan pajak demi kepastian hukum perpajakan di Indonesia.

(E008/R010)

Pewarta: Edy Sujatmiko
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017