Jakarta, 1 Mei 2007 (ANTARA) - PT Antam Tbk (ASX -ATM; JSX, SSX - ANTM) mengumumkan laba bersih konsolidasi sebesar Rp 1,073 triliun (US$119 juta) dan laba per saham (Earnings per share/ EPS) sebesar Rp562,62 untuk kuartal I 2007. Direktur Utama, Dedi Aditya Sumanagara mengatakan: "Hasil kuartal I sangat mengesankan bagi kami. Kami mendapatkan laba yang besar seiring dengan harga nikel yang tinggi. Namun, kenaikan laba kami juga dikarenakan mulai beroperasinya secara komersial pabrik FeNi III yang meningkatkan produksi nikel dalam feronikel kami secara tajam sebesar 61% menjadi 4.353 ton. Ekspansi kami tersebut dilaksanakan pada saat yang tepat. Kami akan berkonsentrasi pada penurunan biaya serta pertumbuhan investasi dan dengan penuh harapan kami menyongsong tahun 2007 yang akan menjadi tahun yang sangat baik." Pendapatan Bersih Pendapatan bersih Antam meningkat 324% menjadi Rp2,386 triliun ($260 juta). Hasil tersebut merupakan pendapatan paling tinggi yang Antam pernah hasilkan dalam satu kuartal, bahkan lebih tinggi daripada pendapatan per tahun Antam untuk tahun 2003 dan sebelumnya. Kenaikan pendapatan secara tajam sebesar Rp1,823 triliun tersebut terutama dikarenakan kenaikan volume dan harga penjualan feronikel dan bijih nikel. Seluruh produk Antam mengalami kenaikan pendapatan, dan sebagian besar dari produk tersebut mengalami kenaikan pendapatan yang sangat besar. Produk yang paling banyak memberi kontribusi atas kenaikan pendapatan adalah feronikel yang mengalami peningkatan pendapatan 440% sebesar Rp 866 milyar, dan menghasilkan Rp 1,063 triliun dari pendapatan. Bijih nikel berkontribusi sebesar Rp 860 milyar dari peningkatan pendapatan dan mengalami kenaikan 355% berkontribusi Rp 1,102 triliun dari pendapatan. Penjualan emas meningkat sebesar 110% menjadi Rp143 miliar, sementara penjualan perak, yang merupakan by-product dari produksi emas, meningkat 150% menjadi Rp20 miliar. Pendapatan bijih bauksit meningkat tipis menjadi Rp47 miliar. Bijih nikel dan feronikel masing-masing memberikan kontribusi 46% dan 45% dari pendapatan kuartal pertama, sementara emas, bauksit dan perak masing-masing memberikan kontribusi 6%, 2% dan 1%. Bijih besi (dioperasikan oleh anak perusahaan Antam, Antam Resourcindo) dan jasa pemurnian logam mulia memberikan kontribusi yang sangat kecil terhadap pendapatan bersih Antam. Kontribusi feronikel terhadap pendapatan tersebut merupakan kenaikan dibandingkan kuartal I 2006 di mana feronikel hanya memberikan kontribusi sebesar 35% dari pendapatan kuartal. Dengan demikian Antam meningkatkan kontribusi aktifitas pemrosesan terhadap pendapatan sesuai dengan strategi kunci perusahaan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Kontribusi pendapatan dari luar negeri meningkat seiring dengan meningkatnya kontribusi ekspor Antam menjadi 97% dari pendapatan di tahun 2007 dibanding 89% di tahun 2006. Feronikel Antam, yang terdiri dari 20% nikel dan 80% besi, di ekspor dalam bentuk shot dan ingot dengan kadar karbon tinggi atau rendah, ke produsen stainless steel di Eropa dan Asia Timur. Dalam kuartal I, hampir setengah dari penjualan bersih Antam berasal dari empat pelanggan. Dua dari pelanggan jangka panjang feronikel Antam mengambil porsi terbesar dari pendapatan bersih, Rp540 miliar dari Yieh United Steel Corp. dari Taiwan dan Rp420 milliar dari Posco, Korea. Mitsui & Co. Ltd dari Jepang membeli Rp103 miliar saprolit nikel Antam dan Standard Bank London Singapura membeli Rp103 miliar emas Antam. Antam juga berhasil menjual 2 juta wmt bijih nikel kepada pelanggan-pelanggan baru di Cina melalui tender di bulan Februari di mana lebih dari 80 perusahaan berpartisipasi dan 3 perusahaan pemenang tender dipilih untuk kontrak selama satu tahun. Produksi dan Volume Penjualan Feronikel Peningkatan volume produksi yang paling penting pada kuartal I 2007 adalah kenaikan produksi nikel dalam feronikel sebesar 61% menjadi 4.352 ton atau 22% dari target 20.000 target tahun 2007. Kenaikan tersebut hampir seluruhnya didapat dari pabrik peleburan yang baru, FeNi III, yang diserahkan oleh kontraktor kepada Antam di bulan Januari 2007 setelah masa konstruksi dan uji coba selama tiga tahun. FeNi I dan FeNi II memproduksi 2.685 ton, hampir sama dengan produksi kuartal I tahun 2006 sebesar 2.655 ton. Antam yakin akan dapat mencapai target 20.000 ton untuk tahun 2007 walaupun target kuartal I sebesar 25% dari produksi setahun belum tercapai. Walaupun adanya beberapa gangguan selama masa uji coba di tahun 2006, pabrik peleburan FeNi III beroperasi dengan stabil pada level 36MW yang merupakan 85% dari kapasitas dan merupakan tingkat penggunaan yang optimal untuk satu atau dua tahun pertama dari masa operasi komersial. Volume penjualan feronikel Antam meningkat 112% menjadi 3.345 ton atau 17% dari target tahun 2007 sebesar 20.000 ton. Hal ini sehubungan dengan adanya kesulitan untuk mendapatkan kapal yang berlayar langsung ke Eropa. Antam akan segera menyewa kapal khusus untuk pengapalan produk Antam ke Eropa berdasarkan kontrak satu tahunan. Bijih Nikel Produksi saprolit Antam meningkat dengan tajam, lebih dari yang diperkirakan semula, dalam kuartal pertama 2007. Penyebab utama kenaikan 158% menjadi 1.735.424 wet metric tonnes (wmt) adalah adanya tambahan ekspor bijih sebesar 2.050.000 wmt sebagai hasil kesepakatan kontrak yang dilakukan setelah Antam melakukan tender di bulan Februari 2007. Keseluruhan bijih tersebut akan di ekspor ke tiga perusahaan Cina yang memenangkan tender tersebut. Target awal Antam untuk produksi saprolit adalah 3.800.000 wmt. Target baru Antam adalah 5.850.000 wmt dan dalam kuartal pertama Antam berhasil mencapai 31% dari target baru tersebut. Pada awalnya Antam mengklasifikasikan bijih yang dijual ke Cina sebagai limonit berhubung kandungan kadar nikelnya yang rendah yaitu sekitar 1,5%. Namun, bijih tersebut sebenarnya lebih tepat dinamakan saprolit karena kandungan besi nya di bawah [25%]. Kadar nikel kurang penting dibandingkan dengan tingkat besi yang terkandung dalam bijih untuk menentukan apakah bijih tersebut adalah saprolit atau limonit. Perusahaan-perusahaan Cina tersebut akan menggunakan saprolit berkadar rendah tersebut sebagai bahan baku blast furnace untuk memproduksi produk pig iron yang mengandung sedikit nikel, untuk dijual untuk ke produsen-produsen stainless steel di Cina. Kesepakatan penjualan baru ini telah meningkatkan penjualan saprolit Antam secara tajam dan merupakan suatu nilai tambah bagi Antam. Penjualan volume saprolit Antam meningkat 221% menjadi 1.801.929 wmt seiring dengan adanya kontrak penjualan tambahan. Produksi limonit Antam dihentikan pada kuartal 1 2007 berhubung kontrak Antam dengan QNI telah selesai. Namun, Antam mengirim 126.529 wmt limonit dari persediaan yang masih ada di tambang Gebe yang telah ditutup. Antam memiliki target produksi dan penjualan limonit sebesar 300.000 wmt di tahun 2007. Ada risiko bahwa Indonesia akan mengesahkan Undang-undang yang akan melarang ekspor bahan baku dan dengan demikian membatasi ekspor bijih Antam. Antam tidak memandang hal ini sebagai risiko yang besar berhubung kemungkinan pelarangan ekspor bijih tersebut akan diimplementasikan secara bertahap dan sejalan dengan rencana Antam untuk menghentikan ekspor bijih di sekitar tahun 2010. Emas dan Perak Produksi emas dan perak Antam masing-masing naik 65% menjadi 770 kg (27.181oz) dan 72% menjadi 6.199kg [(218.825 oz]. Produksi emas mencatat 26% dari target Antam sebesar 2.980 kg. Antam memproduksi bijih emas sebesar 99.428 wmt dari tambang Pongkor atau 26% dari target 385.719 wmt. Membaiknya produksi emas (dan perak sebagai byproduct) disebabkan oleh manfaat dari desain ulang tambang tersebut yang dimulai tahun 2006 untuk mengatasi masalah kondisi dinding tambang yang terlalu lunak dan kadar yang lebih rendah dari yang diharapkan. Penjualan emas Antam meningkat 81% menjadi 746kg (26.334 oz), sementara penjualan perak turun 12% menjadi 5.202kg (183.631oz). Bauksit Produksi bauksit Antam meningkat 37% menjadi 436.522 wmt, atau 29% dari target sebesar 1.500.000 wmt. Penjualan, sebagian besar ke Cina dan Jepang, menurun 16% menjadi 312.812 wmt atau 21% dari target 1.500.000 wmt. Harga Jual Rata-rata harga jual produk-produk Antam meningkat di kuartal pertama, sejalan dengan tren pasar komoditas dunia. Rata-rata harga jual nikel naik tajam 158% menjadi US$15,80 per pon, sejalan dengan permintaan stainless steel yang tinggi dari seluruh dunia dan terutama dari Cina yang menyebabkan permintaan yang tinggi untuk nikel. Hal ini, dikombinasikan dengan inventori yang rendah, tidak adanya pertumbuhan pasokan di waktu dekat ini dan melemahnya Dolar Amerika menyebabkan tingginya harga nikel. Sebagian besar analis menilai rata-rata harga nikel akan tetap tinggi hingga akhir dekade ini. Harga feronikel Antam terlihat sedikit di bawah harga spot nikel untuk waktu yang bersamaan (US$18,70 per pon) berhubung Antam menggunakan rata-rata satu bulan sebelumnya untuk menghitung harga nikelnya. Rata-rata harga penjualan saprolit Antam meningkat 57% menjadi US$65,55 per wmt sedangkan untuk limonit meningkat 61% menjadi US$22,97. Harga bijih Antam dihitung berdasarkan kadar, tingkat kelembaban, rata-rata harga spot nikel tiga sebelumnya dan tingkat diskon berhubung nikel yang dijual adalah bijih yang tidak diproses. Harga bijih Antam tidak setinggi harga spot nikel berhubung Antam menjual bijih dengan kadar yang lebih rendah dan dikarenakan tekanan harga dari pemasok-pemasok bijih lainnya. Harga rata-rata emas Antam naik 19% menjadi US$655,52 per oz., sedangkan perak naik 184% menjadi US$13,37 per oz. Harga rata-rata Bauksit Antam meningkat 27% menjadi US$ 16,47 per wmt. Harga Pokok Penjualan dan Biaya Produksi Seperti pendapatan Antam, sebagian besar komponen harga pokok penjualan Antam juga telah meningkat. Sehubungan dengan kenaikan volume produksi serta meningkatnya biaya produksi secara umum, suatu tren yang berlaku secara terus-menerus di bidang usaha pertambangan, harga pokok penjualan Antam meningkat sebesar Rp506 miliar, atau 134% menjadi Rp884 miliar. Biaya produksi Antam meningkat 102% menjadi Rp923 milliar, suatu tingkat kenaikan yang lebih rendah dibanding tingkat kenaikan harga pokok penjualan, sehubungan dengan lebih rendahnya persediaan akhir di tahun 2007. Lima kontributor terbesar untuk kenaikan biaya produksi sebesar Rp466 miliar adalah jasa pertambangan yang naik sebesar Rp129 miliar, biaya bahan yang naik sebesar Rp116 miliar, royalty yang naik sebesar Rp 50 milyar, penyusutan yang naik sebesar Rp53 milliar dan gaji yang naik sebesar Rp40 miliar. Pemakaian Bahan Komponen terbesar biaya produksi adalah pemakaian bahan, naik dari peringkat kedua tahun lalu, yang naik 138% menjadi Rp200 miliar. Pemakaian bahan merupakan 22% dari biaya produksi dan 88% dari pemakaian bahan tersebut digunakan untuk fasilitas nikel di Pomalaa. Pemakaian bahan sebagian besar terdiri dari bahan baku, termasuk bijih nikel, yang digunakan sebagai bahan baku untuk produksi feronikel dan bahan-bahan terpakai lainnya seperti limestone dan anthracite. Bahan baku, di mana bijih nikel merupakan komponen terbesarnya, membebani Antam sebesar Rp138 milliar di kuartal pertama 2007. Kenaikan pemakaian bahan terjadi disebabkan kenaikan volume produksi dan harga bijih nikel yang lebih tinggi. Antam membeli bijih nikel dari deposit milik PT Inco di Pomalaa Timur. Bijih nikel ini menjadi lebih mahal di kuartal pertama 2007 berhubung harga ini dikaitkan dengan harga spot nikel internasional yang naik sebesar [173% menjadi rata-rata US$18,70 per pon]. Jasa Penambangan Komponen biaya terbesar kedua adalah jasa penambangan yang merupakan 21% dari total biaya produksi, dan meningkat dari peringkat keempat dan merupakan 13% dari biaya produksi di tahun 2006. Jasa penambangan, sebagian besar digunakan untuk penambangan bijih nikel naik 211% dibanding periode yang sama di tahun 2006 menjadi Rp190 miliar. Dari jumlah biaya tersebut, Pomalaa berkontribusi 87% atau Rp163 miliar, sedangkan Kijang, tambang bauksit Antam, berkontribusi 13% atau Rp24 miliar. Kenaikan biaya jasa penambangan ini disebabkan oleh kenaikan volume produksi dan kenaikan biaya operasi seperti bahan bakar yang di bebankan ke Antam. Dalam kuartal pertama 2007, Antam menggunakan jasa sebesar Rp80 miliar dari PT Minerina Bhakti untuk penambangan bijih nikel dan Rp10 miliar dari PT Minerina Cipta Guna untuk penambangan bijih bauksit. Antam menggunakan jasa penambangan dari pihak ketiga utuk menurunkan biaya overhead dan menurunkan biaya tenaga kerja serta kewajiban pension, dan merupakan elemen kunci dari fokus Antam untuk bergerak lebih jauh ke aktifitas-aktifitas permrosesan. Kontraktor tersebut di atas adalah dua dari tiga kontraktor utama Antam dan merupakan pihak yang terkait den-gan Antam karena mereka dimiliki oleh dana pension Antam, walaupun terms nya sama dengan terms yang akan didapat dari pihak ketiga. Seperti pada kuartal pertama 2006, Antam tidak melakukan toll smelting untuk feronikel. Pemakaian Bahan Bakar Pemakaian Bahan Bakar, komponen biaya ketiga terbesar, meningkat 37% menjadi Rp130 miliar, sebagian besar sejalan dengan meningkatnya produksi volume feronikel. Bahan bakar merupakan komponen terbesar biaya di kuartal pertama 2006 dan merupakan 20% dari total biaya pada saat itu. Di kuartal pertama 2007, bahan bakar merupakan 14% dari biaya produksi. Pomala berkontribusi sebesar 98% dari total pemakaian bahan bakar, seiring dengan digunakannya jumlah energi yang besar untuk proses produksi feronikel dari bijih nikel. Di kuartal pertama 2007, Pomalaa memproduksi 4.352 ton nikel di dalam feronikel dan menggunakan sekitar 40-50 juta liter bahan bakar, di mana hampir keseluruhannya dalam bentuk Marine Fuel Oil yang lebih murah dibandingkan Industrial Diesel Oil. Berhubung tidak lagi disubsidi, harga bahan bakar di Indonesia lebih terkait erat dengan harga minyak mentah di pasar dunia. Antam akan menurunkan biaya produksinya di masa datang dengan mengubah sumber energi listriknya dari bahan bakar diesel yang mahal ke bahan bakar yang lebih murah seperti gas alam, tenaga air atau batu bara. Keputusan mengenai sumber energi alternatif yang akan yang akan dipilih akan diambil di tahun 2007. Tenaga Kerja Turun dari peringkat ketiga, komponen biaya terbesar keempat dan merupakan 11% dari biaya produksi adalah tenaga kerja, yang meningkat 63% menjadi Rp103 miliar, sebagian besar disebabkan oleh tunjangan kinerja tahunan yang lebih besar seiring dengan laba perusahaan yang lebih besar. Komponen terbesar dari biaya tenaga kerja meliputi Rp30 miliar untuk biaya kesehatan, Rp18 miliar untuk tunjangan kinerja tahunan dan Rp 11 miliar untuk tunjangan Unit Usaha (tunjangan untuk bekerja di daerah terpencil). 75% dari biaya tenaga kerja berasal dari UBP Nikel Antam. Antam menaikkan gaji dan memperbaiki tingkat kompesasi dan pelatihan tenaga kerjanya dalam rangka memberikan insentif dan memperbaiki produktifitas. Namun kenaikan biaya tersebut dapat dikurangi melalui pengurangan 10% dari jumlah karyawan tetap dari 3.056 menjadi 2.726 (termasuk karyawan dari anakanak perusahaan Antam). Penyusutan Komponen biaya kelima terbesar Antam adalah penyusutan yang naik 129% menjadi Rp94 miliar, terutama disebabkan oleh penyusutan dari pabrik FeNi III yang mulai beroperasi pada akhir 2006. Fasilitas feronikel Antam di Pomalaa berkontribusi 75% atas penyusutan. Antam membayar sekitar US$320 juta untuk pabrik peleburan, pembangkit listrik berkapasitas 102MW serta biayabiaya pendanaan. Biaya untuk pabrik peleburan itu sendiri adalah US$171 juta. Antam menyusutkan pabrik, mesin dan peralatan dalam masa expected useful lives mereka yaitu dari tiga hingga delapan belas tahun. Pabrik peleburan Feronikel akan dapat dioperasikan selama 10 tahun sebelum membutuhkan perbaikan besar. Di kuartal per-tam 2007, biaya penyusutan untuk pabrik, mesin dan peralatan di Pomalaa adalah Rp67 miliar. Royalti Komponen biaya keenam terbesar adalah royalti yang harus dibayarkan ke Antam ke pemerintah berdasarkan nilai dari bijih yang ditambang dan dijual. Sehubungan dengan kenaikan tajam dari harga komoditas serta volume produksi, royalti yang dibayar oleh Antam naik tajam 312% menjadi Rp66 miliar. Antam membayar royalti sebesar 3.25% untuk perak, 3.75% untuk bauksit dan emas, 4% untuk limonit nikel dan 5% untuk saprolit nikel. Hampir 90% dari royalti Antam berasal dari UBP Nikel. Royalti dibayarkan ke berbagai tingkat pemerintah, dengan 80% kepada pemerintah daerah propinsi serta kabupaten dan 20% kepada pemerintah pusat. Transportasi Hampir keseluruhan biaya transportasi Antam, komponen biaya ke tujuh terbesar, berasal dari operasi nikel Pomalaa, untuk keperluan transportasi pulang pergi bijih dari lokasi penambangan ke dermaga serta pemuatan bijih ke kapal untuk persiapan pengapalan. Biaya transportasi meningkat 119% menjadi Rp35 miliar. Laba Kotor Pendapatan bersih Antam naik dengan tingkat yang lebih cepat dibandingkan dengan kenaikan harga pokok penjualan dan menghasilkan kenaikan 711% laba kotor menjadi Rp1,501 triliun serta menghasilkan marjin kotor yang lebih besar yaitu 63% dibandingkan 33% di kuartal pertama 2006. Beban Usaha Beban usaha Antam naik 109% menjadi Rp 77 miliar, mewakili sebagian kecil dari biaya keseluruhan Antam. Penyebab utama dari kenaikan tersebut adalah kenaikan sebesar 56% dari biaya umum dan administrasi menjadi Rp53 miliar dan kenaikan biaya transportasi dari Rp200 juta menjadi Rp21 miliar. Biaya umum dan administrasi meningkat sehubungan dengan kenaikan sebesar 50% menjadi Rp24 miliar untuk gaji dan kompensasi karyawan, komisaris dan direksi serta biaya-biaya lainnya. Laba Usaha Dengan kenaikan yang relatif kecil dalam biaya operasi, laba usaha Antam naik tajam hampir 10 kali lipat, atau 863%, menjadi Rp1,424 triliun, menghasilkan marjin usaha yang lebih besar yaitu 60% dibandingkan 26% di periode yang sama tahun lalu. Pendapatan Lain-lain, Pajak dan Laba Bersih Pendapatan lain-lain Antam meningkat sebesar 192% menjadi Rp108 miliar sehubungan dengan kenaikan 123% menjadi Rp98 miliar dari pendapatan yang bersifat insidentil serta laba transaksi mata uang asing sebesar Rp17 miliar, dibandingkan dengan kerugian Rp7 miliar di tahun 2006. Laba sebelum pajak meningkat 728% menjadi Rp1,532 triliun dan setelah dikurangi pajak pendapatan sebesar 30% serta hak minoritas atas laba bersih anak perusahaan yang sangat kecil, laba bersih Antam meningkat sebesar 719% menjadi Rp1,073 trilliun. Marjin laba bersih Antam yaitu 45% meningkat secara tajam dibandingkan 23% di kuartal pertama 2006. Biaya Tunai (catatan: data biaya tunai adalah angka preliminary yang mungkin masih akan mengalami sedikit perubahan) Dikarenakan hal-hal tersebut di atas, sebagian besar biaya Antam meningkat seperti juga yang dialami oleh perusahaan-perusahaan lainnya di industri ini. Selain dari feronikel, Antam tetap merupakan produsen berbiaya rendah. Biaya tunai untuk saprolit tetap stabil pada US$15,8 per wmt (tidak ada produksi limonit), biaya tunai emas turun 22% menjadi US$266,03 per ons dan biaya tunai bauksit meningkat 31% menjadi US$9,18 per wmt. Alasan utama menurunnya biaya tunai emas adalah meningkatnya volume produksi setelah tambang mengalami desain ulang. Informasi lebih lanjut mengenai biaya tunai akan disediakan di masa datang berhubung data tersebut sedang dianalisa lebih lanjut. Biaya Tunai Feronikel Rata-rata biaya tunai feronikel Antam meningkat 20% menjadi US$4,49 per pon, menempatkan Antam dalam kurva biaya yang tinggi di industri. Peningkatan ini mungkin mengecewakan sebagian pemegang saham yang mengharapkan ketika FeNi III beroperasi secara operasional, maka biaya tunai feronikel Antam akan menurun dikarenakan adanya skala ekonomis. Namun peningkatan ini bukan karena adanya problem pada pabrik peleburan tersebut, melainkan terutama disebabkan oleh biaya dari bijih nikel yang Antam saat ini beli dari pihak ketiga untuk melengkapi pasokan Antam sendiri, di mana harga bijih nikel dari pihak ketiga tersebut terkait dengan harga spot internasional. Sementara itu, sebagian pemegang saham lainnya mungkin cukup puas atau bahkan terkejut dengan nilai biaya tunai feronikel Antam di mana ketika harga spot nikel internasional meningkat demikian tajamnya di kuartal pertama, tentunya biaya tunai feronikel Antam seharusnya juga meningkat dengan tingat yang lebih besar. Namun, Antam dapat mencampur bijih yang dibeli dari PT Inco dengan persediaan bijih yang lebih murah dan dengan demikian dapat mengurangi akibat dari harga bijih Inco yang lebih mahal. Kemungkinannya cukup kecil bahwa Antam dapat mempertahankan tingkat biaya tunai feronikel ini apabila harga nikel tetap tinggi berhubung terbatasnya jumlah persediaan bijih yang lebih murah tersebut. Antam membeli kurang lebih 1 juta wmt bijh nikel dari cadangan di Pomalaa Timur sesuai dengan kontrak tiga tahun yang telah ditandatangani dengan PT Inco yang berlaku dari pertengahan tahun 2005 hingga pertengahan tahun 2008. Walaupun pada awalnya bijih nikel tersebut lebih murah dibandingkan dengan bijih nikel milik Antam sendiri, kenaikan harga spot nikel yang sangat tajam menyebabkan harga bijih nikel dari Inco tersebut menjadi mahal. Jika bukan karena meningkatnya harga bijih nikel dari PT Inco tersebut, biaya tunai feronikel sebenarnya menurun. Kemungkinan besar Antam akan tetap mempertahankan biaya tunai yang agak tinggi tersebut dibanding menghentikan penggunaan bijih dari PT Inco. Antam melakukan hal ini untuk menghemat penggunaan cadangan Antam sehingga apabila harga nikel turun, Antam dapat menggunakan bijih nikel yang lebih murah. Dalam kuartal pertama 2007, Antam menggunakan 145.291 wmt bijih nikel milik Antam sendiri dan sekitar 200.000 wmt bijih nikel yang dibeli dari PT Inco. Antam memperhitungkan bila rata-rata harga spot nikel di tahun 2007 adalah US$15 per pon dan Antam mengkonsumsi 800.000 wmt bijih dari PT Inco, biaya tunai akan meningkat menjadi rata-rata US$5,13 per pon. Bila rata-rata harga spot nikel di tahun 2007 meningkat menjadi US$20 per pond dan Antam mengkonsumsi bijih dari PT Inco dalam jumlah yang sama, biaya tunai Antam akan meningkat menjadi rata-rata US$5,68 per pon. Berhubung Antam menggunakan bijih dengan kadar nikel yang sedikit lebih rendah, di tahun 2007 Antam akan memerlukan sekitar 1,65 juta ton saprolit untuk memproduksi 20.000 ton nikel di dalam feronikel. Apabila Antam hanya menggunakan bijih nikel dari cadangan Antam sebesar 2,5 juta wmt di Pomalaa, biaya tunai feronikel akan turun menjadi US$3,80 per pon. Bila Antam hanya menggunakan bijih nikel dari tambang Mornopo (Maluku Utara) biaya tunai akan menurun mejadi US$4,18 per pond dan bila Antam menggunakan kombinasi 1 juta wmt bijih dari cadangan Pomalaa dan 650.000 wmt dari Mornopo, biaya tunai akan menu-run menjadi US$3,98 per pon. Antam berpendapat bahwa hal ini adalah suatu tantangan yang dapat diatasi. Walaupun biaya tunai feronikel Antam meningkat, Antam mengetahui bahwa harga feronikel produksi Antam meningkat dengan tingkat yang lebih besar dan marjin juga semakin besar. Penurunan Biaya Antam telah mengambil sebagian besar langkah yang diperlukan untuk menurunkan biaya. Melalui penurunan jumlah tenaga kerja dan peningkatan pelatihan bagi karyawan, Antam berharap effisiensi dan produktifitas dapat ditingkatkan. Bilamana mungkin, Antam akan menggunakan mesin dan peralatan yang paling murah namun berkualitas tinggi. Penurunan biaya yang paling besar akan terjadi ketika Antam mengubah sumber energinya ke sumber energi alternatif yang lebih murah di tahun 2009 dengan target biaya tunai sebesar US$3,50 per pon. Diharapkan tahun ini Antam akan dapat memutuskan apakah akan mengubah sumber eneginya dengan gas alam, tenaga air atau batu bara. Aktiva Total aktiva Antam meningkat sebesar Rp2,185 triliun atau 36% menjadi Rp8,177 triliun (US$890juta) terutama disebabkan oleh kenaikan kas, dan juga hutang usaha dan persediaan yang lebih besar. Aktiva lancar Antam meningkat 128% menjadi Rp4,213 triliun, sementara sehubungan dengan penyusutan aktiva tetap, aktiva tidak lancar Antam menurun 5% menjadi 3,964 triliun. Aktiva Lancar Kas dan Setara Kas Aktiva lancar Antam meningkat menjadi Rp2,371 triliun terutama karena kas dan setara kas meningkat sebesar Rp1,510 triliun atau 285% menjadi Rp2,039 triliun. Kas dan setara kas terdiri dari 86% deposito berjangka, meningkat dari 51% di tahun 2006. Terdiversifikasi diantara 13 bank, dibandingkan 9 bank di 2006, deposito berjangka Antam terdiri dari 98% Dolar Amerika. Deposito Berjangka Dolar Amerika Antam menghasilkan bunga antara 0.61% hingga 1,50%, merupakan penurunan dibandingkan tahun 2006. Hutang Usaha Aktiva lancar Antam meningkat juga disebabkan oleh peningkatan hutang usaha dan persediaan. Hutang usaha dengan pihak ketiga meningkat 153% menjadi Rp827 miliar. Lebih dari 50% hutang usaha tersebut adalah hutang usaha kepada pelanggan-pelanggan feronikel dan bijih nikel yang dapat dipercaya seperti Yusco (Rp197 miliar), Raznoimport Limited (Rp189 miliar) dan Queensland Nickel Pty. Ltd. (Rp95 miilar). Sebagian besar hutang usaha adalah kepada 14 perusahaan yang terpercaya dan hutang usaha tersebut sebagian besar dalam staus lancar atau lewat jatuh tempo masih dalam 30 hari. Manajemen Antam mencatat Rp5 miliar dari hutang usaha adalah hutang ragu-ragu. Persediaan Persediaan meningkat 71% menjadi Rp1,049 triliun dan merupakan kontributor ketiga terbesar dari asset lancar. Peningkatan sebesar Rp436 miliar terutama disebabkan oleh persediaan barang jadi yang lebih tinggi dari feronikel, emas dan perak dan juga persediaan bahan baku yang lebih besar. Dicatat berdasarkan nilai yang lebih rendah dari biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasikan (lower of cost or net realizable value), persediaan barang jadi Antam meningkat karena lebih tingginya volume produksi serta biaya produksi, dengan feronikel meningkat 126% menjadi Rp302 miliar, sementara emas dan perak naik 126% menjadi Rp 94 miliar. Bahan pasokan Antam dinilai berdasarkan biaya perolehan dan meningkat 229% menjadi Rp441 miliar. Kenaikan ini terutama disebabkan kenaikan biaya perolehan bijih nikel, yang dibeli Antam dari PT Inco dan digunakan sebagai bahan baku untuk produksi feronikel, dan juga jumlah pasokan bijih nikel yang lebih besar. Harga bijih nikel dari PT Inco ditentukan berdasarkan harga spot nikel internasional yang meningkat 173% di kuartal pertama tahun 2007. Walaupun persediaan Antam naik cukup tinggi, turnover persediaan meningkat dari 0.98X menjadi 2.7X karena adanya peningkatan penjualan secara sangat tajam. Aktiva Tidak Lancar Aktiva tidak lancar Antam turun Rp186 miliar atau 5%, terutama karena penurunan aktiva tetap sebesar Rp378 miliar atau 10% yang disebabkan oleh penyusutan. Kenaikan biaya eksplorasi dan pengembangan yang ditangguhkan sebesar 42% menjadi Rp394 miliar sehubungan dengan peningkatan program eksplorasi maupun pengembangan, maupun kenaikan pajak ditangguhkan sebesar 71%, tidak cukup untuk mengindari penurunan dari aktiva tidak lancar. Penyusutan aktiva tetap untuk tahun yang berakhir pada 31 Maret 2007 adalah Rp95 miliar, lebih tinggi dibanding dengan penyusutan sebesar Rp42 miliar untuk tahun yang berakhir pada 31 Maret 2006. Biaya Eksplorasi dan Pengembangan Yang Ditangguhkan. Peningkatan biaya eksplorasi yang ditangguhkan tertutama disebabkan oleh kegiatan di tambang bauksit di Tayan, lokasi dari proyek Chemical Grade Alumina. Kenaikan juga tercatat untuk eksplorasi nikel di Kendari, didekat Pomalaa, Sulawesi Tenggara, dan Sangaji,yang terletak di wilayah Buli di pulau Halmahera di Maluku Utara. Kenaikan besar dari biaya eksplorasi yang ditangguhkan yang lain adalah eksplorasi di Pulau Obi, lokasi dari proyek potensial untuk memproses bijih menjadi sponge iron (mirip dengan pig iron) yang mengandung nikel. Biaya pengembangan ditangguhkan yang paling besar berasal dari Kijang di mana Antam sedang mengkaji kemungkinan pembangunan fasilitas Smelter Grade Alumina bersama partner dari Cina dan di Monorpo, lokasi dari tambang terbaru bijih nikel Antam. Struktur Keuangan Struktur keuangan Antam membaik berhubung aktiva Antam sebagian besar didanai dari laba ditahan perusahaan yang meningkat 100% menjadi Rp4,378 miliar sehubungan dengan peningkatan cash flow yang tajam. Antam menurunkan bagian hutang jangka panjang yang jatuh tempo dalam satu tahun sebesar 50% menjadi Rp890 miliar. Pasiva Lancar Hutang Pajak, Beban Yang Masih Harus Dibayar Pasiva lancar meningkat 196% menjadi Rp1,147 triliun. Kenaikan sebesar Rp760 miliar terutama disebabkan kenaikan sebesar Rp354 miliar atau 600% dari hutang pajak sehubungan dengan kenaikan laba sebelum pajak sebesar 728%. Kontributor kedua terbesar atas kenaikan pasiva lancar adalah kenaikan beban yang masih harus dibayar sebesar 124% atau Rp223 miliar yang terutama disebabkan oleh adanya beban yang masih harus dibayar baru untuk pembelian bahan baku sebesar Rp148 miliar. Kenaikan beban yang masih harus dibayar lainnya adalah kenaikan sebesar Rp113 miliar atau 528% untuk eksploitasi. Pembelian bahan baku tersebut adalah untuk pembelian bijih nikel dari PT Inco untuk digunakan dalam produksi feronikel. Menyadari tingginya harga bijih nikel dari PT Inco, yang harganya dikaitkan dengan harga spot nikel, Antam mengelola sedemikian rupa sumber bijih yang digunakan sebagai bahan baku feronikel untuk mengendalikan biaya tunai yang dihasilkan. Modal Kerja dan Likuiditas. Modal kerja Antam meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi Rp3.066 miliar dari Rp1.455 miliar. Namun, tingkat kenaikan pasiva lancar lebih besar dari tingkat kenaikan aktiva lancar sehingga likuiditas Antam menurun menjadi 3.67X dari 4.76X, walaupun Antam tetap mampu untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Pasiva Tidak Lancar Kewajiban Pensiun dan Imbalan Pasca-kerja Lainnya. Kewajiban tidak lancar Antam menurun 32% menjadi Rp1,674 miliar dan terutama terdiri dari kewajiban pensiun dan imbalan pasca-kerja lainnya serta pinjaman investasi. Sebagaimana yang terjadi di belahan dunia lainnya, kewajiban pension dan imbalan pasca-kerja lainnya meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah karyawan yang memasuki masa pension. Dengan meningkatnya keuntungan Antam, meningkat pula kewajiban pensiunnya. Di tahun 2006, Antam meningkatkan kompensasi bagi karyawan yang sudah maupun akan pensiun. Kewajiban pensiun Antam meningkat 21% menjadi Rp708 miliar di tanggal 31 Maret 2007. Pengurangan Hutang Sehubungan dengan pembelian kembali obligasi Antam, yang diterbitkan di tahun 2003 dan telah menjadi sumber dana utama untuk pembangunan pabrik peleburan FeNi III, Antam mengurangi hutang jangka panjang diluar bagian jatuh tempo dalam satu tahun sebesar Rp906 miliar menjadi Rp890 miliar. Pada tanggal 29 Desember 2006, Antam melakukan refinance atas obligasinya dengan menggunakan pinjaman tanpa jaminan US$71 juta dari BCA, US$50 juta pinjaman tanpa jaminan dari Bank Mandiri dan US$50 juta dari arus kas internal. Walaupun pada awalnya merupakan tingkat suku bunga tidak tetap, pada kuartal pertama Antam berhasil mengkonversi bunga tersebut menjadi bunga tetap untuk dua tahun dari Juni 2007 hingga Juni 2009 dengan bunga 6.61% per tahun untuk pinjaman US$71 juta dari BCA dan 6.75% per tahun untuk pinjaman US$ 50 juta dari Bank Mandiri. Kedua pinjaman akan jatuh tempo di tahun 2011. Pada tanggal 26 Maret 2007, Antam menurunkan lebih lanjut hutangnya dengan membayar kembali porsi sisa hutang yang masih dimiliki sebesar US$26 juta dollar dari fasilitas pinjaman investasi BCA sebesar US$30 juta. Leveraging Up dan Belanja modal Pada akhir kuartal I 2007, hutang jangka panjang Antam adalah sebesar 17% dari Ekuitas dan 11% dari Aktiva. Antam dalam posisi net cash sebesar Rp1,149 miliar. Struktur keuangan Antam yang sehat memungkinkan Antam untuk mendapatkan tambahan hutang bila diperlukan dan untuk melakukan investasi. Antam adalah perusahaan yang dikelola dengan hati-hati dan menghargai posisi keuangan yang stabil dan kuat. Rata-rata rasio hutang terhadap ekuitas (gearing ratio) untuk satu dekade terakhir adalah sekitar 40:60. Walaupun Antam menyadari manfaat yang bisa didapat dari penambahan hutang untuk memperbaiki imbal hasil ekuitas dan menurunkan rata-rata tertimbang biaya modal (weighted average cost of capital), Antam hanya akan menambah hutang apabila Antam yakin suatu proyek pasti akan berjalan. Antam menganggarkan belanja modal sebesar Rp931 miliar di tahun 2007. Dari nilai ini, Antam merencanakan untuk membelanjakan Rp273 miliar untuk belanja modal rutin, di mana sebagian besar diantaranya, Rp 133miliar, akan dibelanjakan untuk UBP Nikel. Antam juga menganggarkan Rp127 miliar untuk pembentukan aliansi strategis dan Rp521 miliar untuk proyek-proyek pengembangan. Nilai yang paling besar dari kategori ini berjumlah Rp139 miliar yang dialokasikan untuk proyek Chemical Grade Alumina Tayan yang merupakan ekspansi besar Antam selanjutnya dan juga Rp108 miliar untuk eksplorasi nikel. Namun, berhubung Antam saat ini sedang melakukan kajian untuk melakukan akuisisi terutama emas, ada kemungkinan belanja modal akan jauh lebih besar daripada yang dianggarkan. Sementara itu, pada saat yang bersamaan, berhubung adanya kemungkinan keterlambatan dan komplikasi dalam pembangunan proyek-proyek pertambangan, sesuatu yang lazim dalam industri ini, ada kemungkinan belanja modal Antam hanya akan berjumlah setengah dari nilai yang dianggarkan. Antam tidak melakukan belanja modal yang signifikan di kuartal I 2007. Antam bahkan mencatat belanja modal negatif Rp35 miliar sebagai akibat dari keuntungan nilai tukar mata uang asing. Arus Kas Arus kas Antam meningkat tajam di kuartal pertama 2007 sehigga posisi kas dan setara kas Antam meningkat 285% menjadi Rp2,039 trilun dari Rp529 miliar. Arus Kas dari Aktifitas Operasi Sehubungan dengan kenaikan volume penjualan nikel dalam feronikel, bijih nikel dan emas, seiring dengan kenaikan volume produksi dan kenaikan permintaan serta harga-harga yang lebih tinggi, penerimaan Antam dari pelanggan meningkat 243% menjadi Rp2,460 triliun (US$ 268 juta), jauh melebihi kenaikan pembayaran ke pemasok sebesar 86% yang menjadi Rp692 miliar, kenaikan pembayaran kepada komisaris, direksi dan karyawan sebesar 30% menjadi Rp137 miliar, atau kenaikan pembayaran pajak sebesar Rp482 miliar yang naik dua kali lipat dibanding di tahun 2006. Kas bersih yang dihasilkan dari kegiatan operasi meningkat tajam sebesar 7400% menjadi Rp1,200 triliun (US$131 juta). Arus Kas dari Aktivitas Investasi Seiring dengan pengurangan hutang untuk mempersiapkan pertumbuhan berikutnya, arus kas dari aktivitas investasi turun 44% menjadi Rp66 miliar. Faktor utama hal ini adalah penurunan pembayaran untuk perolehan aktiva tetap yang turun 64% menjadi Rp35 miliar. Antam juga menerima Rp40 miliar dividen dari anak perusahaan Antam dengan Newcrest, PT Nusa Halmahera Minerals, dibandingkan nilai dividen sebesar Rp7 miliar di tahun 2006. Sementara arus kas untuk biaya eksplorasi dan pengembangan relatif tetap di level Rp29 miliar. Antam juga berinvestasi di perusahaan patungan PT Indonesia Chemical Alumina sebesar Rp13 miliar sementara pembayaran lain-lain naik dari Rp1 miliar menjadi Rp27 miliar. Keseluruhan arus kas yang keluar ini tidak menutupi seluruh pengurangan di arus kas untuk berinvestasi. Arus Kas dari Aktivitas Pendanaan Arus kas bersih yang digunakan untuk aktivitas pendanaan tercatat Rp247 miliar pada kuartal pertama tahun 2007. Pada tanggal 26 Maret 2007 Antam melakukan pembayaran sisa fasilitas kredit investasi BCA yang diperoleh di bulan Oktober 2003 untuk mendanai pabrik FeNi III. Antam telah melakukan pembayaran pinjaman untuk fasilitas kredit investasi tersebut sejak Februari 2006. Pembayaran ini merupakan pembayaran awal karena fasilitas tersebut baru akan jatuh tempo tanggal 20 Oktober. Pada kuartal pertama 2006, tidak ada arus kas dari aktivitas pendanaan. Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi: Bimo Budi Satriyo (Sekretaris Perusahaan PT Aneka Tambang Tbk.) Tel: (6221) 780 5119 Fax: (6221) 781 2822 Email: corsec@antam.com Website: www.antam.com
Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2007