Jayapura (ANTARA News) - Berbagai komponen masyarakat Papua memperingati 44 tahun (1 Mei 1963-2007) kembalinya Irian Barat ke pangkuan ibu pertiwi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang dipusatkan di Gelanggang Olahraga (GOR) Cenderawasih, Jayapura. Dari Jayapura, ibukota Provinsi Papua, Selasa, ANTARA melaporkan para peserta upacara peringatan kembalinya Irian Barat ke pangkuan ibu pertiwi yang terdiri atas para mantan pejuang Trikora, tokoh masyarakat, mahasiswa, pemerintah dan pemuda serta kaum perempuan mengawali acara dengan menyanyikan lagu kebangsaan 'Indonesia Raya', disusul mengheningkan cipta. Setelah mengheningkan cipta, para peserta mendengarkan kilas balik sejarah kembalinya Irian Barat ke pangkuan ibu pertiwi dan cuplikan pidato-pidato seputar kembalinya Irian Barat pada 1 Mei 1963, seperti pidato penguasa UNTEA Dr Djalal Abdoh, Menlu RI, Dr Soebandrio dan pidato Presiden RI, Soekarno. Acara peringatan 44 tahun kembalinya Irian Barat ke pangkuan NKRI itu disemaraki berbagai tarian tradisional Papua dan paduan suara. Pada kesempatan ini pun dibacakan pernyataan sikap para mantan pejuang pembebasan Irian Barat, tokoh masyarakat, pemuda, kaum perempuan Papua. Pernyataan sikap ini disampaikan oleh Heemskercke Bonay selaku putri sulung gubernur pertama (1963-1965) Papua, Eliezer Yan Bonay. "Kami mendeklarasikan 1 Mei 1963 sebagai hari kembalinya Irian Barat ke pangkuan ibu pertiwi NKRI dan hendaklah hari ini diberlakukan sebagai hari libur untuk seluruh Papua," kata Heems. Selain itu, para mantan pejuang, tokoh masyarakat, pemangku adat dan pemuda Papua menyatakan menerima dan mengakui paguyuban-paguyuban masyarakat asli Nusantara di tanah Papua sebagai masyarakat asli Papua dan orang asli Papua di kampung-kampung seluruh tanah Papua. Semua komponen masyarakat Papua mendesak pemerintah agar segera merevisi UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) untuk Papua, khususnya pada Pasal 2 ayat 2, karena amanat pasal tersebut memberikan peluang bagi disahkannya bendera 'Bintang Kejora' dan lagu 'Hai Tanah Papua' sebagai lambang daerah. Berbagai komponen masyarakat Papua pun mengusulkan agar organisasi Barisan Merah-Putih Pejuang Pembebasan Irian Barat di tanah Papua dapat diakomodir dalam revisi UU Veteran RI Nomor 7 Tahun 1967 dan mengusulkan agar UU Unjuk Rasa dihapus karena bertentangan dengan budaya dan musyawarah adat Papua. "Kami mengusulkan agar dalam melakukan revisi UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua, para tokoh pejuang dan unsur-unsur pejuang lainnya diikutsertakan. Begitu pula diusulkan agar para tokoh pejuang ikut serta dalam pembentukan Desk Papua guna mengantisipasi berbagai kemungkinan yang mengarah kepada disintegrasi bangsa dan Negara Republik Indonesia," kata Heems dengan suara lantang. Hadir pada kesempatan itu para pejabat pemerintah, seperti Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Papua, Drs Andi Baso Basaleng, pimpinan TNI dan Polri di wilayah ini. (*)
Copyright © ANTARA 2007