Jakarta (ANTARA News) - KPK belum menentukan status politisi Partai Kebangkitan Bangsa Musa Zainuddin dan Partai Keadilan Sejahtera Yudi Widiana terkait dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
"Kami mendengar ada nama tertentu yang merupakan anggota DPR disebut sebagai tersangka pengembangan kasus dugaan tindak pidana korupsi di Kementerian PUPR. Saat ini kami belum bisa mengkonfirmasi nama-nama dan masih berkoordinasi dengan tim yang menangani agar pengumuman dilakukan secara lengkap," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK Jakarta, Jumat.
Sebelumnya terdapat pemberitaan yang menyatakan anggota Komisi V dari fraksi PKB Musa Zainuddin dan Wakil Ketua Komisi V dari fraksi PKS Yudi Widiana menjadi tersangka dalam kasus tersebut.
"Karena pengumuman yang lengkap adalah ada indikasi korupsi, siapa yang melakukan dan jabatannya serta dan pasal apa yang disangkakan. Begitu kami mendapat informasi lengkap maka akan segera kami sampaikan ke publik," ungkap Febri.
Febri mengakui bahwa dalam penetapan tersangka suatu kasus, KPK tidak langsung mengumumkan hal tersebut karena ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan oleh penyidik.
"Dalam penyidikan sering kami tidak langsung mengumumkan nama-nama tersangka karena ada kebutuhan melakukan kegiatan lain yang jika pada saat itu langsung dibuka maka akan berakibat tidak baik untuk penyidikannya. Hal ini bukan upaya untuk menutup-nutupi jadi sekali lagi kami sampaikan ketika informasi sudah lengkap maka akan kami sampaikan ke publik," tambah Febri.
Kegiatan yang dilakukan misalnya adalah penggeledahan untuk mendapatkan bukti-bukti perbuatan pidana tersangka.
"Kalau penggeledahan sudah diketahui lokasinya sebelum kegiatan itu dilakukan maka ada risiko besar bukti-bukti akan hilang atau tidak ditemukan lagi, ini bagian strategi penyidikan," tambah Febri.
KPK sudah pernah menggeledah ruang kerja Yudi di DPR pada 15 Januari 2016 lalu dan rumah Yudi di Jakarta dan Cimahi pada 6 Desember 2016, tim penyidik menemukan Rp100 juta dan 5.000 dolar AS.
Sedangkan nama Musa Zainuddin disebutkan dalam dakwaan dakwaan Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary. Musa selaku ketua kelompok fraksi (Kapoksi) PKB di Komisi V DPR disebut menerima total Rp8 miliar dari dua pengusaha.
Musa yang memiliki program aspirasi senilai Rp250 miliar menyerahkan program pembangunan Jalan Piru-Waisala senilai Rp50,44 miliar kepada Direktur Utama (Diru) PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir, sedangkan pembangunan Jalan Taniwel-Saleman senilai Rp54,32 miliar akan dikerjakan Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng alias Aseng.
Sebagai balasannya, Abdul Khoir dan Aseng memberikan "commitment fee" sebesar 8 persen dari nilai proyek yaitu Rp3,52 miliar ditambah Rp4,48 miliar sehingga nilai totalnya adalah Rp8 miliar
Pembayaran "fee" dilakukan melalui tenaga ahli anggota Komisi V dari fraksi PAN yaitu Yasti Soepredjo Mokoagow bernama Jailani.
Penyerahan uang terjadi pada pada 28 Desember 2015. Jailani menyerahkan Rp3,8 miliar dan 328.377 dolar Singapura di kompleks perumahan DPR Kalibata kepada Musa Zainuddin melalui mantan staf administrasi Musa bernama Mutaqin. Sedangkan Rp1 miliar dipergunakan Jailani dan Komisaris PT Papua Putra Mandiri Henock Setiawan alias Rino masing-masing Rp500 juta.
Dalam perkara ini sudah ada 8 orang yang menjalani proses hukum, lima di antaranya sudah menjalani masa hukuman yaitu mantan anggota Komisi V dari PDI-Perjuangan Damayanti Wisnu Putrani, dua rekannya Dessy Ariyati Edwin dan Julia Prasetyarini, pengusaha Abdul Khoir dan mantan anggota Komisi V dari Golkar Budi Supriyanto. Sedangkan tiga orang masih menjalani proses hukum di KPK sebagai terdakwa dan tersangka yaitu anggota Komisi V dari fraksi PAN Andi Taufan Tiro, Amran Hi Mustary dan Aseng.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017