PBB, New York (ANTARA News) - Marokko dan gerakan kemerdekaan di Sahara Barat menyepakati pembicaraan yang ditaja PBB mengenai wilayah itu, setelah Dewan Keamanan (DK) PBB, Senin, meminta mereka untuk merundingkan diakhirinya sengketa tiga-dasawarsa mereka.
DK mendesak dilakukannya pembicaraan tanpa prasyarat antara Rabat dan gerakan Polisario dalam resolusi yang disahkan melalui suara bulat yang juga memperbarui mandat pasukan pemelihara perdamaian PBB dengan 220 personil di wilayah Afrika timur-laut tersebut.
"Kami ingin perundingan dimulai tanpa syarat dan saya senang bahwa semua pihak telah sepakat untuk melakukannya," kata Duta Besar AS Zalmay Khalilzad kepada wartawan, kendati ia mengatakan semua pihak telah menerima resolusi itu "dengan berat hati".
Tindakan DK dilakukan menyusul pengajuan kepada PBB oleh Marokko dan Polisario, yang berpusat di Aljazair, rencana yang bertentangan mengenai masa depan bekas koloni Spanyol itu, yang dimasukkan ke dalam wilayah Marokko oleh Rabat setelah Madrid keluar pada 1975.
Marokko ingin pembicaraan mengenai hak untuk memerintah sendiri bagi wilayah itu berada di bawah kedaulatan Marokko, tapi Polisario telah menuntut dilakukannya referendum yang akan meliputi pilihan kemerdekaan penuh.
Resolusi tersebut "menyeru semua pihak untuk memasuki perundingan tanpa prasyarat dengan kepercayaan baik ... dengan pandangan untuk mencapai penyelesaian politik yang adil, langgeng dan dapat diterima kedua pihak, yang akan menyediakan hak untuk menentukan nasib sendiri bagi rakyat Sahara Barat".
Resolusi itu meminta Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon untuk melaksanakan perundingan di bawah pengawasan dia dan menyediakan laporan paling lambat 30 Juni mengenai bagaimana perkembangan proses tersebut.
Sahara Barat, yang lebih luas daripada Inggris tapi dengan penduduk hanya 260.000 jiwa, memiliki sumber alam phosphate, lahan ikan yang berlimpah dan kemungkinan memiliki minyak.
Ribuan warganya hidup di kamp pengungsi di seluruh perbatasan di Aljazair.
Upaya aktif
Marokko, yang memandang upaya aktif Washington berkenaan dengan teks PBB yang kelihatannya lebih hangat dibandingkan dengan usul Polisario, memuji hasil itu.
"Itu merupakan ... resolusi mendasar yang menetapkan titik perubahan dalam upaya mencari penyelesaian yang realistis dan masuk akal mengenai masalah tersebut," kata Taied Fassi Fihri di Rabat.
Beberapa pejabat Polisario juga mengumumkan kemenangan kendati menggambarkan resolusi itu sebagai tak seimbang. Teks tersebut memuji upaya serius dan luar biasa oleh Marokko guna mengakhiri krisis lama tersebut sementara hanya "memperhatikan" usul Polisario.
"Oleh karenanya rakyat Sahara telah bertekad bahwa hak mereka untuk menentukan nasib sendiri, sementara ... Marokko dan sekutunya telah melakukan apa saja untuk menentangnya, telah berada di pusat setiap penyelesaian," kata pejabat senior Mhamed Khadad, seperti dilansir Reuters.
Namun masing-masing pihak menafsirkan hak untuk menentukan nasib sendiri dalam versi mereka sendiri. Rabat menyatakan membiarkan rakyat Sahara melakukan pemungutan suara mengenai hasil pembicaraan otonomi akan mencakupnya. Polisario mengingini referendum yang menawarkan pilihan kemerdekaan, otonomi atau bersatu dengan Marokko.
Kesepakatan gencatan senjata PBB pada 1991 menjanjikan suatu referendum, tapi itu tak pernah terlaksana.
Belum jelas bagaimana atau kapan Ban akan berusaha menyelenggarakan pembicaraan tersebut.
Setakat ini, DK PBB belum menyerukan pembicaraan langsung. Satu faktor tampaknya merupakan tekanan yang menguntungkan Marokko dari Washington, yang prihatin bahwa pertikaian itu menghambat perang melawan kelompok garis keras Islam di Afrika Utara.
Rabat juga telah mendapat dukungan dari sekutu lamanya, Perancis, yang Duta Besarnya Jean-Marc de la Sabliere, memuji Marokko karena menciptakan dinamika baru.
Polisario didukung di DK PBB oleh Afrika Selatan, yang menyatakan negara tersebut memiliki keprihatinan mengenai dimulainya resolusi itu. (*)
Copyright © ANTARA 2007