Bogor (ANTARA News) - Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bogor, Jawa Barat, Daud Nedo Darenoh menyebutkan pemberlakukan pajak kos-kosan belum bisa direalisasikan karena menunggu perubahan undang-undang.
"Kami berharap perubahan undang-undang yang turun di 2017 ini, jadi pajak kos-kosan bisa diberlakukan dengan aturan baru," kata Daud kepada Antara di Bogor, Kamis.
Daud menjelaskan, undang-undang yang dimaksud yakni UU Nomor 28 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Sebagaimana yang selama ini berlangsung, yang tergolong wajib pajak (WP) hanyalah pengusaha kos dengan kamar minimal berjumlah 10.
"Harapannya, pengelola kos sama dengan hotel, tidak lagi yang WP tu yang punya kamar minimal 10, tapi yang punya kosan berapapun juga dikenai pajak," katanya.
Menurut Daud, kos-kosan merupakan salah satu potensi penerimaan pajak bagi Kota Bogor, karena jumlahnya cukup banyak mengingat Bogor merupakan daerah kunjungan wisata dan juga kunjungan pendidikan dengan adanya beberapa perguruan tinggi ternama.
Selain itu, letak Kota Bogor yang berdekatan dengan Ibu Kota Jakarta, banyak pekerja urban yang tinggal di Bogor berasal dari daerah lain dan memilih untuk mengekos ketimbang mengontrak rumah atau paviliun.
"Jumlah kos-kosan cukup banyak, kebanyakan memang yang skala kecil punya kurang dari 10 kamar. Oleh karena itu belum kami maksimalkan, menunggu perubahan undang-undang," katanya.
Daud mengatakan, Bapenda tengah berupaya untuk meningkatkan penerimaan asli daerah dengan menggali potensi pajak yang ada. Selain kos-kosan, juga diupayakan menarik pajak dari reklame yang ada di pusat perbelajaan.
Tahun 2017, lanjutnya, telah ditetapkan target penerimaan pajak daerah sebesar Rp 707 miliar. Target tersebut juga dapat berubah melihat kondisi dan situasi kota setelah adanya perubahan.
"Yang pasti panjak dari reklame berkurang dari tahun sebelumnya, maka itu kami maksimalkan potensi pajak lainnya untuk mendorong penerimaan PAD," kata Daud.
Pewarta: Laily Rahmawati
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017