Jakarta (ANTARA News) - Penyelidik Kejaksaan Agung menggelar perkara atau ekspose hasil penyelidikan kasus dugaan korupsi berupa penyelewengan dana prajurit TNI yang dikelola PT Asabri di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung Jakarta, Senin sore. Pelaksana Tugas Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, (JAM Pidsus) Hendarman Supandji, yang ditemui usai ekspose mengatakan dari gelar perkara hari ini diperoleh kesimpulan sementara bahwa ada indikasi kuat adanya perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian yang dapat dikategorikan sebagai kerugian negara. "Usulannya ditingkatkan ke penyidikan," kata JAM Pidsus. Pada ekspose yang dihadiri sejumlah perwira dari Puspom TNI tersebut, kata Hendarman, ada indikasi kuat terjadinya perbuatan melawan hukum dan pihaknya masih menunggu hasil penghitungan kerugian negara dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). "Nanti dihitung lagi kerugiannya, yang penting kasus ini bisa ditingkatkan ke penyidikan," kata dia. Penyelidik juga telah mempelajari data dari BNI 46 terkait transaksi yang terjadi melalui bank tersebut. JAM Pidsus mengatakan kasus dugaan korupsi yang nilainya miliaran rupiah itu awalnya dilaporkan Departemen Pertahanan ke Mabes Polri, namun dikembalikan ke Dephan dan oleh lembaga tersebut diserahkan ke Puspom TNI untuk diperiksa dalam Tim Koneksitas. Namun, untuk pembentukan Tim Koneksitas harus terdapat pelaku yang berasal dari kalangan militer dan sipil. "Ini sudah 10 tahun yang lalu. Ternyata dalam tindak pidana korupsi itu sebagian orangnya sipil, sisanya sudah purna tugas," kata Hendarman ketika ditanya mengenai pihak-pihak yang terlibat dalam kasus tersebut. Dugaan penyelewengan dana prajurit TNI yang dikelola PT Asabri berawal dari pemberian pinjaman uang senilai Rp410 miliar dari perusahaan - yang mengurus asuransi dan perumahan prajurit TNI- itu ke pengusaha Henry Leo. Pemberian pinjaman itu dilakukan pada tahun 1996, saat Asabri dipimpin oleh Mayjen (Purn) Subarda Midjaja dan disebut-sebut pemberian pinjaman itu dilakukan karena kedekatan pribadinya dengan Henry Leo. Transaksi peminjaman uang itu melibatkan BNI 46 dan Yayasan Kesejahteraan Perumahan Prajurit dan PNS (YKPP). Pada tahun 1997, Subarda dicopot dari jabatannya sebagai Dirut Asabri dan pada tahun 1999 Departemen Pertahanan melaporkan raibnya uang prajurit itu sebagai kasus penggelapan senilai Rp410 miliar. Pinjaman uang itu dimaksudkan untuk investasi Henry Leo dalam artian membeli sebuah bangunan bertingkat 12 di Hongkong, namun belakangan pengusaha itu hanya sanggup mengembalikan sebesar Rp185 miliar (tahun 2002). Dephan pernah memberikan tengat waktu hingga 1 Agustus 2006 untuk penyelesaian pinjaman, namun karena tidak ada tindak lanjut yang konkret maka satu pekan kemudian lembaga itu melaporkan kasus tersebut untuk ditindaklanjuti Puspom TNI.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007