Jakarta (ANTARA News) - Netizen Tanah Air masih ada yang belum memahami netiquette, internet etiquette atau etika di internet, menurut pengajar Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung Santi Indra Astuti.
"Orang Indonesia masih tidak bisa membedakan ruang privat dan ruang publik," kata Santi kepada ANTARA News di Jakarta.
Salah satu contoh belum bisa membedakan ruang privat dengan publik adalah memasang status "curhat" di media sosial, misalnya menumpahkan kekesalan saat sedang ikut rapat yang lama dan membosankan.
Walaupun akun media sosial atas nama sendiri, platform tersebut merupakan ruang publik.
"Itu bukan sesuatu yang bisa dibicarakan di ruang publik," kata Santi.
Apa saja netiquette? Netiquette adalah tata cara berperilaku di dunia maya. Sama seperti dunia nyata, media sosial juga merupakan tempat berinteraksi dengan orang lain.
Beberapa hal yang termasuk netiquette, seperti yang dijelaskan Santi, adalah sebagai berikut:
1. Jejak digital
Perhatikan apa yang ingin Anda unggah di media sosial karena akan menjadi jejak digital yang dapat ditelusuri.
2. Jangan sebarkan kebencian
Jangan menggunakan media sosial untuk mengunggah hal yang mengandung ujaran kebencian atau hate speech. Pertimbangkan orang lain yang membaca mungkin akan merasa tersinggung dengan ujaran kebencian.
3. Jangan berkata kasar
Hindari menggunakan kata-kata kasar di media sosial karena selain mengganggu kenyamanan orang lain, juga menunjukan kualitas diri.
4. Reaksi
Perhitungkan reaksi yang akan muncul akibat suatu unggahan. Media sosial merupakan etalase branding penggunanya.
5. Waktu
Perhatikan juga waktu dan durasi menggunakan media sosial. Ada jam tertentu yang sebaiknya tidak usah berada di media sosial, berlaku juga untuk mengunggah suatu informasi.
Kapan belajar netiquette?
Netiquette sebaiknya dipahami saat seseorang bersentuhan dengan media sosial, pada usia berapa pun.
"Kalau bisa sebelum berkenalan dengan medianya, kenalan dulu dengan etika," kata Santi.
Untuk kasus di Indonesia, netiquette dapat diperkenalkan sedini mungkin karena banyak anak di bawah usia yang disarankan untuk masuk media sosial, memiliki akun pribadi, baik membuat sendiri maupun dibuatkan oleh orang tuanya.
Contohnya, Facebook menerapkan usia minimal 13 tahun untuk mendaftar namun banyak dijumpai anak berusia balita atau sekolah dasar sudah memiliki akun.
Menurut Santi, dengan memalsukan tahun lahir untuk membuat akun media sosial berarti menipu.
Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2017