Tulungagung, Jawa Timur (ANTARA News) - Eggy Sudjana selaku kuasa hukum warga eks-Perkebunan Kaligentong menegaskan tidak menggerakkan massa demonstran untuk mengawal pengajuan materi gugatan perdata ke TNI atas sengketa lahan perkebunan peninggalan penjajah Belanda, di PN Tulungagung, Jawa Timur.

"Kedatangan mereka bukan atas permintaan saya, apalagi mengerahkan. Mereka datang atas inisiatif sendiri selaku ahli waris yang mengajukan gugatan ini," kata Sudjana mengomentari aksi massa di halaman PN Tulungagung, Senin.

Menurut dia, kedatangan ratusan warga lima desa di tiga kecamatan di Tulungagung bagian selatan itu hanya ingin mengetahui proses hukum yang sedang mereka perjuangkan melalui gugatan perdata yang dikuasakan kepada dia.

"Saya hanya membantu advokasi dari mereka sendiri. Jadi massa ini adalah ahli waris, bukan massa yang didatangkan untuk mendukung sidang," tegasnya.

Dia juga sempat menghampiri demonstran dan menjelaskan langkah dan proses hukum yang ditempuh serta alasan yang melatarbelakanginya, namun juga meminta massa demonstran untuk menjaga diri agar tidak anarkis.

"Perlu digarisbawahi, saya advokasi penuh sukarela. Saya mau karena memang punya kantor di Surabaya, ada laporan seperti ini dan dilihat secara hukum sudah sangat jelas ini punya rakyat, jadi saya bela rakyat," ujarnya.

Dia mengatakan, langkah hukum sebagai cara beradab dan dibenarkan secara hukum, daripada masyarakat terus berbenturan dan konflik terus dengan TNI AD. Belum ada konfirmasi resmi dari Kodam V/Brawijaya maupun Brigade Infantri 16/Wirayuda.

Lahan eks-Perkebunan Kaligentong yang digugat warga mencapai luasan sekitar 1.530 Hektare yang dimiliki sekitar 740 KK di lima desa tiga kecamatan Tulungagung selatan. Inilah area lahan yang berstatus sengketa antara TNI AD.

"Tanah perkebunan ini risalahnya dulu milik Walter yang pada 1887 dijual kepada Pieter. Namun karena dalam pengelolaannya tidak beruntung, Pieter kemudian menyerahkan tanah perkebunan ini kepada warga dan pada 1931 diproses resmi secara notariat yang juga orang Belanda," tutur Sudjana.

Ia menegaskan, secara riwayat hak warga atas tanah eks-Perkebunan Kaligentong adalah sah dan berlandaskan hukum sehingga tidak seharusnya diklaim TNI AD dengan alibi tanah akupasi atau pampasan perang.

Lahan sengketa itu tersebar di lima desa tiga kecamatan wilayah Tulungagung bagian selatan, yakni Desa Panggungkalak dan Kaligentong, Kecamatan Pucanglaban; Desa Rejosari dan Kalibatur, Kecamatan Kalidawir; serta Desa Kresikan, Kecamatan Tanggunggunung.

Berdasarkan historisnya, wilayah sengketa itu berstatus sebagai tanah "eks-erpach", yakni tanah yang sebelumnya dikuasai pemerintah Belanda.

Sekitar 1960, pemerintah melakukan nasionalisasi. Atas dasar penyelamatan aset negara, kepala staf TNI AD kala itu mengeluarkan surat keputusan yang intinya melimpahkan kewenangan kepada TNI AD sebagai pemegang hak kuasa.

Pewarta: Destyan Sujarwoko
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017