Jakarta (ANTARA News) - "Deal" atau kesepakatan antara hakim Konstitusi Patrialis Akbar dengan pengusaha Basuki Hariman dalam putusan uji materi UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan diduga terjadi di lapangan golf.
"Perlu disampaikan pada Rabu, 25 Januari 2017 itu pada pagi hari PAK (Patrialis Akbar), hakim MK, sudah bertemu dengan KM (Kamaludin) yang diduga sebagai pihak perantara kasus suap ini di kawasan lapangan golf Rawamangun. Pada saat itulah indikasi transaksi terjadi, kemudian setelah melakukan pengamanan terhadap KM, ditemukan draft putusan MK No 129 yang ingin dipengaruhi dalam indikasi suap tersebut," kata Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah di Jakarta, hari ini.
Patrialis diduga menerima hadiah sebesar 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,1 miliar) dari Direktur Utama PT Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama Basuki Hariman agar permohonan uji materil Perkara No 129/PUU-XIII/2015 tentang UU Nomor 41 Tahun 2014 Peternakan Dan Kesehatan Hewan dikabulkan MK.
"Tim juga sudah memastikan draft yang sudah berpindah tangan tersebut sama dengan draft asli yang ada di MK yang belum dibacakan," ungkap Febri.
Setelah mengamankan Kamaludin di lapangan golf, KPK bergerak ke kantor PT Sumber Laut Perkasa di Sunter, Jakarta Utara, untuk menangkap Basuki dan sekretarisnya Ng Fenny. Kemudian tim baru menangkap Patrialis sekitar pukul 21.30 di Grand Indonesia, bersama seorang wanita bernama Anggita.
"Tiga tempat itu sesuai dengan rangkaian peristiwa OTT sehingga sesuai dengan KUHAP karena pasal 1 ayat 19 KUHAP ditegaskan ada empat kondisi yang alternatif dimaknai tangkap tangan termasuk beberapa saat setelah peristiwa pidana terjadi, dalam konteks ini OTT dilakukan KPK beberapa saat setelah peristiwa terjadi karena indikasi terjadi di lapangan golf Rawamangun," tambah Febri.
Febri menegaskan tim KPK sudah tahu ada pertemuan antara Patrialis dan Kamaludin sebagai perantara di lapangan golf itu.
"Tim punya pertimbangan tersendiri untuk memastikan transaksi itu benar-benar sudah terjadi. Salah satu bukti yang meyakinkan tim adalah ketika penangkapan Kamaludin kami menemukan draft putusan MK No 129 yang jadi objek persoalan utama itu, baru kami mengejar ke Sunter dan ke GI untuk mengamankan PAK," jelas Febri.
Patrialis dan Kamaludin diancam sebuah pasal dengan ancaman pidana penjara paling lama seumur hidup dan denda paling banyak Rp1 miliar. sedangkan Basuki si pemberi dan sekretarisnya, Ng Fenny, terancam pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling kecil Rp150 juta.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017