Indonesia Indicator (I2), sebuah perusahaan di bidang intelijen media, analisis data, dan kajian strategis dengan menggunakan software AI (Artificial Intelligence) mencatat, antusiasme netizen terhadap debat kandidat putaran kedua meningkat dibandingkan debat kandidat pertama yang dihelat pada 13 Januari 2017.
"Meskipun secara jumlah cuitan debat kandidat putaran kedua menurun, namun antusiasme netizen justru meningkat sebesar 9 persen dari debat sebelumnya. Jika di debat pertama terdapat 45.471 akun yang berpartisipasi, pada debat kedua menjadi 48.630 akun aktif," ujar
Direktur Komunikasi Indonesia Indicator (I2) Rustika Herlambang yang memaparkan hasil risetnya bertajuk "Pilgub DKI di Mata Netizen", di Jakarta, Senin.
Acara debat kandidat putaran kedua yang digelar Jumat (27/1), kata dia direspon sebanyak 163.726 cuitan dari sebanyak 48.630 akun. Bahkan, hingga Minggu (29/1) hingga pukul 15.00 WIB terdapat 144.325 cuitan lebih dari 30 ribu akun yang masih membahas debat kandidat.
"Emosi Trust, Anticipation, Disgust, Joy dan Surprise mendominasi percakapan pasca debat kedua," tutur Rustika.
Emosi-emosi ini, kata dia dimunculkan melalui berbagai dukungan terhadap pasangan calon (Trust), harapan dan kekhawatiran terhadap isu yang dimunculkan dari debat (Anticipation), kecewa karena berbagai hal yang diharapkan tidak terjadi (Disgust), ekspresi kesenangan karena berbagai hal (Joy), serta berbagai kekagetan netizen (Surprise) terkait kandidat-kandidat maupun respons pendukungnya.
Rustika mengungkapkan debat kandidat Pilgub DKI telah menuai perhatian pemilih usia 26-35 tahun sebesar 40,6 persen dan disusul pemilih muda usia 18-25 tahun sebesar 31,5 persen.
Sementara itu, kata dia netizen di atas 35 tahun yang selama ini mendominasi isu Pilkada DKI menurun tajam.
"Hal ini menunjukkan adanya kesadaran generasi muda atas politik. Situasi ini berubah dari beberapa bulan sebelumnya di mana netizen yang berusia di atas 35 tahun yang mendominasi percakapan," tutur Rustika.
Berdasarkan hasil riset I2, sentimen negatif ditemukan sebesar 24 persen untuk keseluruhan perbincangan pada Debat Kandidat putaran kedua (27/1).
Dilihat dari persebaran lokasi, tutur Rustika cuitan dimunculkan dari berbagai wilayah di Indonesia dengan dominasi terbesar di Jakarta.
Sepanjang dua jam debat, papar Rustika Indonesia Indicator juga mengukur sebanyak 19.242 cuitan ditujukan pada Agus-Sylvi, 30.651 cuitan ditujukan pada Ahok-Djarot, serta 18. 936 ditujukan pada Anies Sandi.
Hashtag teratas sepanjang debat antara lain: #Debat2pilkadaDKI, #AyoJawara1, #DebatpilkadaJKT, #DebatAHYPalingOke, #CoblosAniesSandi, #AhokDjarotBersih.
Secara persentase ekspos cuitan mulai 27-29 Januari 2017, pasangan Ahok-Djarot mendominasi dengan 48 persen (209.542 cuitan), disusul Agus-Sylvi dengan 27 persen (117.796 cuitan), dan Anies-Sandi dengan 25 persen (108.917 cuitan).
Perubahan demografi juga terjadi pada pasangan Agus-Sylvi yang kali ini direspons netizen perempuan sebanyak 47 persen, sementara Anies Sandi 43 persen dan Ahok Djarot sebesar 41 persen.
Meski begitu secara akumulasi jumlah, netizen perempuan lebih banyak ditujukan kepada Ahok yakni 18.260 akun. Kenaikan signifikan partisipasi perempuan dalam pilkada DKI kali ini semakin menunjukkan antusiasme publik.
Akun robot masih beredar dalam perdebatan ini, meski secara persentase makin mengecil yakni 10-12 persen atau sekitar 10 ribu akun.
Menurut Rustika debat berperan penting dalam pembentukan persepsi bagi kandidat. Hal ini terlihat dari perubahan sentiment pada kandidat sejak sebelum debat, pasca debat pertama dan pasca debat kedua.
"Sebelum debat pertama, sentiment negatif pada Ahok-Djarot sangat tinggi mencapai 40 persen, sementara Agus-Sylvi dan Anies-Sandi relatif kecil yakni sebesar 15 persen.
Namun pasca debat pertama situasi tersebut berubah, Ahok menurun ke 35 persen dan menuju 25 persen pasca debat kedua.
Sementara Agus, pasca debat pertama menjadi 21 persen dan kini berada di kisaran 22 persen. Anies, menjadi 20 persen dan pasca debat kedua menjadi 25 persen. Situasi itu sangat dinamis, tergantung konteks dan isu yang dianggap menarik oleh publik," paparnya.
Menurut Rustika Twitter atau media sosial berperan besar dalam membangun persepsi. Dengan media sosial seorang kandidat bisa menyampaikan pendapatnya, memberikan sentuhan secara langsung dengan lebih murah dan bisa massal diterima oleh berbagai pihak yang menjadi sasarannya.
Dengan memahami reaksi netizen dan media pasca debat, kata Rustika para kandidat bisa menjadikannya sebagai referensi untuk meraih sura lebih tinggi.
"Sekaligus mempersiapkan diri pada debat ke tiga dengan strategi yang lebih mumpuni," ucap Rustika.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017