Jakarta (ANTARA News) - Ketua Indonesian Human Rights Committee For Social Justice (IHCS) Ridwan Darmawan mengatakan perlu ada evaluasi menyeluruh dalam perekrutan hakim konstitusi menyusul tertangkapnya hakim Patrialis Akbar dalam kasus suap.
Menurut Ridwan dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu, rekam jejak calon hakim konstitusi harus betul-betul diteropong dari berbagai aspek.
"Rekam jejaknya baik dari segi keilmuan, segi kesehatan, dan "track record" calon, terutama juga soal asal pejabat negara tersebut harus dievaluasi. Kalau untuk calon anggota KPU saja disertakan syarat harus bukan lagi anggota partai politik selama lima tahun, tentu saja hakim MK harus lebih dari itu," katanya.
Ridwan menjelaskan korupsi di dalam hukum international telah masuk dalam kategori kejahatan luar biasa, hostis humanis generis, dan musuh umat manusia.
Yang menarik, kata dia, penangkapan Patrialis ini dilakukan beberapa jam setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutus perkara pungujian Undang-Undang Tipikor yang diajukan oleh tujuh PNS dari tujuh provinsi yang berstatus sebagai tersangka, terdakwa, dan terpidana korupsi yang mempersoalkan frasa "dapat" dalam Pasal 2 dan 3 UU Tipikor.
"MK mengabulkan permohonan mereka dengan menyatakan bahwa unsur kerugian negara dalam penindakan kasus korupsi harus bersifat "actual loss" bukan "potential loss"," ucap Ridwan.
Hal tersebut, kata Ridwan, jelas makin menghambat upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK.
"Lebih menarik lagi, putusan MK itu mengoreksi putusan MK sebelumnya yang menyatakan bahwa kerugian negara tidak harus "actual loss" dan putusan tersebut diwarnai "dissenting opinion" oleh empat hakim MK," tutupnya.
Selain itu, kata Ridwan, jika Patrialis Akbar terbukti menerima suap, perbuatan tersebut merupakan kejahatan yang sangat luar biasa.
"Peristiwa ini menurut saya malapetaka besar bagi negeri ini, melakukan kejahatan luar biasa, korupsi. Kejahatan tersebut masuk dalam kategori "extraordinary crime". Ini tamparan keras bagi seluruh komponen bangsa, bukan hanya di MK," kata Ridwan.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017