Jakarta (ANTARA News) - Penolakan Direktorat Jenderal Pajak untuk membayar kembali (refund) senilai Rp19 miliar kepada perusahaan perdagangan dan purna jual elektronik, PT AEK dinilai tidak sesuai Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP).
Kuasa Hukum PT AEK, Cuaca Bangun, saat dihubungi di Jakarta, Minggu, mengemukakan pandangan itu terkait keputusan penolakan oleh Dirjen Pajak cq Kakanwil Jakarta Pusat pada tanggal 1 Desember 2016.
PT AEK selaku wajib pajak telah mengajukan permohonan pembatalan Surat Ketetapan Pajak Kelebihan Bayar (SKPKB) tahun pajak 2002 ke Direktorat Jenderal Pajak pada tanggal 13 Mei 2016.
Cuaca Bangun menjelaskan, sesuai pasal 36 ayat (1d) UU tersebut, jika keputusan terhadap permohonan wajib pajak oleh Ditjen Pajak lewat waktu enam bulan maka SKPKB wajib pajak itu dianggap dikabulkan.
"Tidak perlu lagi menunggu keputusan Pengadilan Pajak untuk mengabulkannya karena sudah dikabulkan oleh Undang Undang KUP," katanya.
Oleh karena itu, tegasnya, meskipun isi Keputusan Dirjen menolak permohonan wajib pajak, demi UU KUP, permohonan pembatalan dianggap dikabulkan.
Konsekuensinya, katanya, KPP Pratama Jakarta Menteng Satu, tempat wajib pajak terdaftar, wajib mengembalikan pajak yang sudah terlanjur dibayar sebesar Rp13 miliar ditambah imbalan bunga dua persen per bulan maksimal 24 bulan yang totalnya menjadi Rp19 miliar.
"Sudah dua bulan keputusan Dirjen Pajak diterbitkan, namun sampai saat ini KPP Pratama Jakarta Menteng Satu belum mengembalikan hak wajib pajak," katanya.
Dia juga mengaku telah mengirim surat dan menghadap Kepala KPP Pratama Jakarta Menteng Satu untuk meminta kembali pajak yang sudah dibayarkan.
Namun, katanya, kepala kantor pajak mengatakan tidak akan mengembalikan uang setoran pajak karena keputusan Dirjen Pajak berisikan penolakan pembatalan SKPKB.
Bahkan, tambahnya, kepala kantor pajak tidak mau menjawab argumentasi bahwa keputusan Ditjen Pajak telah melewati batas waktu yang ditentukan oleh UU dan oleh karena itu, demi kepastian hukum, dianggap dikabulkan oleh UU.
Pada bagian lain, Cuaca menyebut, penolakan ini telah melukai rasa keadilan wajib pajak.
"Hak wajib pajak yang sudah dijamin oleh UU tidak dipenuhi oleh pemerintah melalui Ditjen Pajak dan ketidakpastian hukum semacam ini sangat berpengaruh terhadap kelangsungan usaha wajib pajak dan investasi di Indonesia secara umum," katanya.
Dia juga menyebutkan, kelebihan bayar pajak PT AEK yang beralamat di kawasan Kuningan Jakarta ini sudah berada di kas negara selama 11 tahun.
Oleh karena UU Pajak hanya memberikan imbalan bunga maksimal 24 bulan, tambah dia, maka imbalan bunga sebesar selisihnya (108 bulan) akan ditagihkan ke Dirjen Pajak melalui gugatan ke Pengadilan Negeri.
"Kami sangat membutuhkan uang ini untuk membayar gaji karyawan dan operasional perusahaan", demikian Cuaca yang juga berprofesi sebagai legal auditor ini.
(E008/J003)
Pewarta: Edy Sujatmiko
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017