Jakarta (ANTARA News) - Dewan Keamanan Persatuan Bangsa-Bangsa (DK PBB) mengapresiasi positif langkah pemerintah Indonesia dalam penanggulangan terorisme, baik dari perspektif soft approach (pencegahan) maupun hard approach (penindakan), termasuk penanganan isu Foreign Terrorist Fighter (FTF), dan kerja sama regional serta global.
Apresiasi itu disampaikan menanggapi paparan Kepala BNPT Komjen Pol Suhardi Alius dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB (Security Council UN) di New York, Kamis (26/1) waktu setempat.
"Banyak negara yang tergabung dalam DK PPB langsung mengungkapkan apresiasinya atas upaya yang telah dilakukan pemerintah Indonesia. Mereka juga memuji langkah positif dengan menggabungkan upaya pencegahan dan penindakan, dan penanganan FTF," kata Komjen Suhardi Alius saat dihubungi, Jumat (27/1).
Dalam paparan itu, Komjen Suhardi juga menyampaikan bahwa upaya-upaya itu telah dijalankan, meski Undang-Undang Terorisme masih dalam tahap pembahasan untuk direvisi untuk penguatan.
Selain itu, mantan Kabareskrim Polri ini juga mengusulkan kepada forum DK PBB agar mendukung Indonesia sebagai anggota tidak tetap DK PBB tahun 2019-2020.
"Saya juga sampaikan tentang peran signifikan NU dan Muhammadiyah melalui ulama-ulamanya dalam membantu BNPT mereduksi pemikiran radikal kelompok yang berpotensi radikal. Saya juga menyinggung peran PPATK yang menjadi koordinator dalam memonitor pendanaan terorisme di Indonesia," jelas Suhardi Alius.
Suhardi menjelaskan bahwa terorisme merupakan masalah global dan membutuhkan upaya maksimal dan serius untuk menanggulanginya. Tak satu pun negara bisa kebal dari ancaman terorisme.
"Teroris telah menghancurkan di beberapa bagian dunia dari Dacca, Bangkok, Nice, Istanbul, New York, Jakarta dan lain-lain. Indonesia sangat fokus memerangi terorisme ini dan sejauh ini, kami berhasil mendeteksi dan mengantisipasi untuk menggagalkan serangan teroris," katanya.
Dipaparkan juga bahwa selama ini BNPT bersinergi dengan 25 kementrian dan lembaga, serta pemerintah provinsi dalam menjalankan kebijakan nasional, strategi, dan pelaksanaan penanggulangan terorisme.
Latar belakang terorisme di Indonesia, serta upaya-upaya ISIS menarik pengikutnya, terutama dengan menggunakan media sosial, yang juga sebagai alat rekruitmen.
Di forum DK PBB itu Suhardi menjelaskan juga proses penanganan aksi terorisme di Indonesia sejak tahun 2000-2016.
Mengenai FTF, Suhardi menyampaikan bahwa fenomena itu sudah ada di Indonesia sejak tahun 1985 -1992, saat kurang lebih 192 orang Indonesia berangkat ke Afganistan dan Filipina.
"Kalau FTF negara lain bepergian sendiri, FTF Indonesia justru membawa seluruh keluarganya, termasuk anak-anak kecil," tukas Suhardi Alius.
Oleh karena itu, lanjut Komjen Suhardi Alius, BNPT menggabungkan kombinasi penanganan terorisme dengan pencegahan dan penindakan. Untuk pencegahan di dalamnya ada deradikalisasi dan kontra radikalisasi, sedangkan penindakan didasarkan pada hukum yang berlaku dan menjunjung tinggi Hak Azasi Manusia (HAM).
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017