Jakarta (ANTARA News) - Proyek revitalisasi kereta api kecepatan menengah rute Jakarta-Surabaya masih terhalang 988 perlintasan sebidang.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di sela-sela-sela diskusi yang bertajuk "Membangun Peradaban Transportasi Indonesia" di Jakarta, Kamis, mengatakan terdapat dua opsi yaitu menghilangkan perlintasan sebidang atau membangun jalur layang (elevated).
"Ini nggak bisa diselesaikan sektoral oleh Kementerian Pekerjaan Umum ada dua pilihan, dengan membangun dan menghentikan perlintasan sebidang 988, tetapi suatu konsep kita bikin elevated (layang)," tuturnya.
Budi mengatakan 988 perlintasan sebidang tersebut belum termasuk perlintasan yang kecil-kecil yang dilewati kendaraan bermotor dan hewan ternak.
Namun, menurut Budi, kendala yang dihadapi apabila jalur KA dibangun secara layang, yaitu biaya investasi akan membengkak.
"Makanya, kita memberikan kesempatan ke Jepang untuk menyampaikan proposal itu, syukur-syukur bisa dilakukan swasta dan elevated (layang)," ucapnya.
Dia mengatakan opsi jalur KA dibangun layang tersebut bisa merupakan usulan dari berbagai pihak dan pemangku kepentingan.
Sebelumnya, pemerintah Jepang akan menyusun proposal awal mengenai rencana kerja sama proyek revitalisasi jalur kereta api Jakarta-Surabaya.
Berdasarkan hasil pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, Pemerintah Indonesia memberikan kesempatan kepada Pemerintah Jepang untuk menyusun proposal awal terkait rencana kerja sama proyek revitalisasi Jalur Utara Jawa tersebut.
Budi menjelaskan di dalam proposal tersebut juga akan dikaji pra-studi kelaikan, serta kesepakatan nilai investasi proyek tersebut.
Termasuk (nilai investasi proyek), kalau prastudi kelaikan itu kan ada kualitatif dan kuantitatif," imbuhnya.
Ia menambahkan nantinya, hasil proposal awal dari Pemerintah Jepang akan dicocokkan dengan hasil studi yang dibuat oleh Pemerintah Indonesia, dalam hal ini, Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Nilai proyek tersebut mencapai Rp80 triliun.
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017