Ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta di Jakarta, mengatakan dolar AS mengalami tekanan terhadap mayoritas mata uang dunia, termasuk rupiah. Penurunan dolar AS itu sebagian juga disebabkan oleh faktor teknikal setelah mata uang AS berada dalam tren penguatan beberapa hari ini.
"Penguatan rupiah kembali hari ini (26/1) setelah anjloknya dolar AS di pasar global," katanya.
Namun, ia menambahkan, pergerakan rupiah masih dibayangi inflasi pada 2017. Pemerintah dan Bank Indonesia menyiapkan langkah untuk menekan inflasi, pertanda kekhawatiran terhadap kenaikan inflasi pada tahun ini.
Ia mengemukakan, Bank Indonesia memperkirakan inflasi bisa naik ke atas level 4 persen secara tahunan pada 2017. Inflasi yang naik lebih cepat dari inflasi rekan dagang Indonesia, bisa menyebabkan tekanan depresiasi rupiah di masa depan.
Sementara itu, Analis Binaartha Reza Priyambada mengatakan, masih melemahnya yield obligasi Amerika Serikat membuat laju dolar AS tertahan sehingga rupiah kembali terapresiasi. Sebagian pelaku pasar uang juga tampaknya memanfaatkan penguatan dolar AS pada hari sebelumnya untuk aksi ambil untung dan beralih mengakumulasi rupiah.
"Rupiah kembali terapresiasi terhadap dolar AS. Namun pelaku pasar diharapkan tetap mencermati berbagai sentimen yang dapat mempengaruhi rupiah menjelang akan dirilisnya data ekonomi AS pada akhir pekan ini," katanya.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2017