Malang (ANTARA News) - Sekitar 300 (24 persen) dari 1.253 koperasi di wilayah Kabupaten Malang, Jawa Timur, dalam kondisi tidak sehat alias "sakit", bahkan 93 di antaranya sakit parah.
Bupati Malang Rendra Kresna di Malang, Rabu mengakui adanya ratusan koperasi sakit tersebut. "Ke-300 koperasi yang tidak sehat ini kondisinya juga hidup segan mati tak mau, sehingga kami berupaya untuk membangkitkannya kembali agar bisa beroperasi lagi," kata Rendra.
Ketua DPD Partai Nasdem Jawa Timur itu berkomitmen untuk tidak langsung menutup koperasi-koperasi yang kondisinya sakit tersebut, namun ia berusaha untuk membangkitkan kembali semangatnya dengan berbagai program, mulai pembinaan manajerial hingga pendampingan sampai koperasi tersebut benar-benar sehat dan mandiri.
Rendra mengemukakan sebelumnya juga tidak sedikit koperasi yang sakit, namun setelah dilakukan pembinaan dan pendampingan akhirnya mampu bangkit dan mandiri, seperti salah satu koperasi di Kecamatan Turen, yakni Koperasi Unit Desa (KUD). "Sekarang sudah bagus dan benar-benar sehat," tambahnya.
Menurut Rendra, sejumlah koperasi yang akhirnya sakit tersebut, karena koperasi bersangkutan "nakal". Mereka hanya ingin mendapatkan kucuran modal, baik dari pemerintah maupun pemilik modal, namun tidak memenuhi syarat berdirinya sebuah koperasi, termasuk keanggotaan.
Karena tidak memenuhi azas koperasi itulah, lanjut Rendra, akhirnya kolaps dan menjadi koperasi sakit. "Untuk menangani koperasi-koperasi yang nakal tersebut, kami sudah bekerja sama dengan lembaga terkait agar melakukan penertiban," ujarnya.
Meski banyak koperasi yang sakit, kata Rendra, tidak sedikit koperasi yang mampu bertahan dan mandiri, bahkan berkembang sangat bagus, seperti koperasi wanita (kopwan) koperasi karyawan dan KUD. Dan, tidak sedikit koperasi di Kabupaten Malang yang tumbuh bersama usaha mikro, kecil, menengah (UMKM).
"Harapan kami dengan adanya kebijakan kredit dari perbankan untuk UMKM tanpa agunan ini mampu menggerakkan perekonomian masyarakat dari sektor koperasi. Sebelumnya UMKM maupun petani sangat sulit mengakses kucuran modal dari perbankan karena ada ketentuan agunan, sehingga mereka kesulitan modal dan susah berkembang," urainya.
Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2017