"Kalau BI tidak punya ruang untuk menurunkan bunga dan The Fed terus menaikkan, tidak mengejutkan bila BI menaikkan bunga 25 hingga 50 basis poin, artinya cost of funds investasi menjadi mahal," kata Chatib dalam diskusi Prospek Ekonomi dan Bisnis 2017 di Graha CIMB Niaga, Jakarta, Selasa.
Menurut mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal itu, kemungkinan bank sentral AS menaikkan Federal Funds Rate (FFR) menjadi lebih terbuka karena "the 10-year US Treasury bond yield" meningkat 80 basis poin (1,6 persen menjadi 2,4 persen) semenjak Donald Trump terpilih menjadi Presiden AS.
"Kalau The Fed tidak mau tertinggal, The Fed harus menaikkan suku bunganya 75 s.d. 100 basis poin, artinya tiga kali 25 (bps) atau empat kali 25 (bps)," ujar Chatib.
Kemungkinan peningkatannya terjadi tiga kali 25 basis poin mengingat sebelumnya, pada bulan Desember 2016, The Fed telah menaikkan suku bunganya sebesar 25 basis poin.
Penaikan FFR tersebut, kata Chatib, untuk mendukung kebijakan stimulus fiskal Trump, yaitu penerapan pemangkasan pajak dan peningkatan pengeluaran pemerintah untuk kebutuhan peningkatan infrastruktur.
Seperti dikutip dari laporan Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Trump berencana memangkas pajak pribadi dari tujuh golongan dengan tarif antara 10 dan 40 persen menjadi tiga golongan dengan tarif 12 hingga 33 persen.
Sementara itu, pemotongan pajak korporasi dari 35 persen menjadi 15 persen untuk mendorong masuknya laba ditahan perusahaan AS yang selama ini disimpan di negara lain untuk menghindari pajak.
Kebijakan Trump tersebut juga bertujuan meningkatkan investasi sehingga dapat mendorong penciptaan lapangan kerja yang lebih besar.
Pewarta: Calvin Basuki
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017