"Beberapa pihak mengatakan program itu tidak dilaksanakan 100 hektare, tapi 75 hektare. Itu memang betul, bahkan bukan 75 hektare melainkan baru 55 hektare karena pola tanam kita setiap bulan tidak sekaligus," katanya kepada sejumlah wartawan di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Selasa.
Pernyataan itu dikemukakannya menanggapi aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh belasan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Transparasi (Amapetra) NTB di kantornya terkait dugaan korupsi program tanam cabai tahun 2016 sebesar Rp2,8 miliar.
Ia mengatakan, pola pelaksanaan program tersebut adalah penanaman dilakukan setiap bulan untuk menjaga stabilitas cabai di pasar guna mengantisipasi kelangkaan sekaligus menekan inflasi.
"Jika sekarang terjadi kenaikan harga, itu dipicu karena adanya kenaikan di luar daerah sehingga petani ikut menaikkan harga cabai namun stok cabai aman," katanya.
Dia mengatakan, pihaknya tidak ingin dituding melakukan proyek fiktif sebab data-data petani penerima bantuan program tanam cabai sudah jelas dan dibuatkan surat keputusan (SK) kepala dinas sesuai dengan petunjuk teknis pelaksanaan, bukan SK Wali Kota Mataram.
"Petani penerima program bantuan itu kita SK dengan SK kepala dinas sesuai petunjuk teknis pelaksanaan, kalau kami gunakan SK Wali Kota, saya bisa disalahkan," katanya.
Sedangkan terkait dengan tuduhan dugaan korupsi, Mutawalli mengatakan, bantuan tanam cabai yang diberikan ke petani bukan uang tunai, melainkan dalam bentuk kebutuhan untuk menanam cabai, seperti bibit, mulsa, pupuk, obat-obatan, dan peralatan.
Bantuan itu diserahkan langsung kepada petani di halaman kantornya dengan terlebih dahulu menandatangani berita acara serah terima, disaksikan kejaksaan dengan didahului pemeriksaan.
"Sementara pengadaan bantuan dilakukan oleh pihak ketiga pemenang tender. Lalu dari mana saya akan korupsi. Masa bibit cabai saya mau korupsi, buat apa?" kata Mutawalli.
Mutawalli juga membantah tudingan dari para pengunjuk rasa yang mengatakan program tanam cabai itu gagal total, sebab dari pengakuan petani saat ini mereka bisa untung hingga Rp65 juta di atas lahan delapan are.
"Prinsipnya, program tanam cabai dengan anggaran Rp2,8 miliar sudah dilaksanakan sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku," ucapnya.
Pewarta: Nirkomala
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017