...karena jalur jelajahnya sudah dirambah dijadikan kebun sawit

Bengkulu (ANTARA News) - Koordinator Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu-Lampung, Said Jauhari mengatakan diperkirakan sebanyak 47 ekor gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) terjebak di kawasan Hutan Produksi (HP) Air Rami di wilayah Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu.

"Terjebak artinya puluhan gajah liar itu tidak bisa kembali ke Taman Wisata Alam Seblat karena jalur jelajahnya sudah dirambah dijadikan kebun sawit," kata Said di Bengkulu, Selasa.

Menurut Said, beberapa kawasan hutan yang berada dalam satu hamparan yakni TWA Seblat, HP Air Rami, HP Air Teramang, dan hutan produksi terbatas (HPT) Air Ipuh merupakan habitat alami gajah Sumatera di wilayah Bengkulu.

Fragmentasi kawasan hutan akibat perambahan liar membuat gajah-gajah tersebut terjebak di satu kawasan dan kesulitan kembali ke jalur perlintasan atau "homreng".

"Laporan terakhir dari petugas patroli di lapangan, gajah-gajah itu masih berada di HP Air Rami, tapi laporan terakhir terpantau Maret 2016," kata Said.

Ia menambahkan 47 ekor gajah liar tersebut merupakan gabungan dari dua kelompok gajah liar besar yang terdapat di wilayah Kabupaten Mukomuko dan Bengkulu Utara.

Dari sejumlah kawasan hutan yang merupakan habitat satwa langka itu, BKSDA Bengkulu-Lampung hanya memangku kawasan TWA Seblat seluas 7.734 hektare di mana terdapat Pusat Latihan Gajah (PLG) di dalamnya.

Sedangkan kawasan HP Air Rami, HP Air Teramang dan HPT Air Ipuh I dan II berada di bawah pengelolaan Kantor Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) yang berpusat di Kantor Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bengkulu.

"Kalau perambahan ini tidak cepat ditangani maka kelestarian gajah Sumatera akan semakin terancam," ucapnya.

Padahal, pemerintah menargetkan peningkatan populasi satwa terancam punah itu sebesar 3 persen per tahun. Program peningkatan populasi di alam liar itu dimulai pada 2014.

(Baca juga: Gajah Sumatera Terancam Punah)

Pewarta: Helti Marini Sipayung
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2017