"Kita mendiskusikan ini karena banyak yang tidak memahami atau memiliki pemahaman keliru tentang UU ASN," kata Teten Masduki dalam diskusi di KSP Gedung Bina Graha Jakarta, Selasa.
Selain Teten Masduki, hadir dalam diskusi itu Ketua Komisi ASN Sofian Effendi dan Deputi II (Pengelolaan dan Kajian Program Prioritas) KSP Yanuar Nugroho.
Teten menyebutkan Sofian Effendi merupakan penggagas UU ASN yang mengawal terbitnya UU itu pada tahun 2014.
Ia menyebutkan pada Selasa ini DPR menggelar rapat pleno, termasuk membahas usulan revisi UU ASN itu.
"Harus diakui peringkat atau indeks efektivitas pemerintah kita dibanding dengan negara Asia lain masih sangat rendah, itu karena mesin penggerak birokrasi kita belum menjalankan tugas secara maksimal," katanya.
Ia menyebutkan UU ASN membutuhkan tujuh Peraturan Pemerintah (PP) sebagai pelaksanaan dari UU itu.
"Tapi dari tujuh PP, baru satu yang selesai yaitu menyangkut PP tentang Pensiun," katanya.
Ia menyebutkan ada enam lagi RPP yang sedang dalam proses yaitu mengenai Manajemen PNS, Penilaian Kinerja PNS, Disiplin, Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), soal Korps ASN dan mengenai Gaji dan Tunjangan.
Menurut Teten. UU ASN diperlukan untuk melahirkan birokrasi yang profesional, melayani dan efisien.
"Karena itu selain perlu penyelesaian penyusunan PP, juga perlu pengawasan yang terus-menerus kepada seluruh jajaran ASN," kata Teten.
Pewarta: Agus Salim
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2017