Jakarta (ANTARA News) - Menteri BUMN Rini Soemarno meyakini PT Garuda Indonesia Tbk (Persero) saat ini lebih mengedepankan tata kelola perusahaan yang benar (GCG) sehingga proses pengadaan barang dan jasa perusahaan dapat diawasi serta dipertanggungjawabkan.
"Garuda merupakan perusahaan publik, sehingga segala aksi korporasi selalu harus diputuskan melalui rapat umum pemegang saham (RUPS)," Rini, di Kantor Kementerian Perekonomian di Jakarta, Jumat.
Rini menanggapi kasus suap yang disangkakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada mantan Direktur Utama Garuda Emirsyah Satar dalam pembelian mesin jet produksi Rolls Royce.
Ia menjelaskan, sebagai perusahaan publik publik terdapat mekanisme pengadaan barang dan jasa dimana tidak perlu melakukan koordinasi dengan pihak pemegang saham mayoritas.
Meski begitu tambah Rini, sebagai sebagai kuasa pemegang saham Garuda, BUMN itu harus tetap berkordinasi dengan dewan komisaris dan direksi yang merupakan wakil pemerintah di perusahaan.
Pemegang saham mayoritas Kementerian BUMN tetap turut melakukan pengecekan bagi semua proses pengadaan barang di maskapai penerbangan "plat merah" tersebut.
"Pemerintah sebagai pemegang saham terbesar selalu mengecek setiap rencana pembelian termasuk mengawasi prosesnya. Secara day to day, pengawasannya terletak pada komisaris," katanya.
Terkait kasus suap yang menjerat Emirsyah Satar yang merupakan Dirut Garuda periode 2005-2014 itu, Rini mengatakan dirinya tidak mengetahui duduk persoalan dan kronologisnya.
Ia juga mengatakan, siapa saja yang terlibat dan mengetahui proses pengadaan barang dari Rolls Royce juga di luar sepengetahuannya.
"Proses pengadaan tersebut terjadi pada periode 2009 hingga 2012, jadi saya tidak tahu," ujarnya.
Sementara menurut catatan, bahwa Emirsyah Satar mengundurkan diri pada Desember 2014 atau sekitar 3,5 bulan sebelum masa jabatannya habis.
"Pada akhir 2014 terjadi banyak perombakan susunan direksi. Jadi saya tidak hafal siapa-siapa saja," ujarnya
Sebelumnya pada Kamis (19/1), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan Dirut Garuda Emirsyah Satar resmi sebagai tersangka kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat di perusahaan itu.
Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan dalam kasus ini ada indikasi suap lintas negara yang nilainya cukup signifikan terkait pengadaan mesin Rolls-Royce untuk pesawat Airbus milik Garuda Indonesia.
Selain itu, yang bersangkutan juga menerima suap dalam bentuk uang dan barang, yaitu dalam bentuk uang 1,2 juta euro dan 180.000 dollar AS atau senilai Rp20 miliar.
KPK juga menemukan suap dalam bentuk barang yang diterima Emirsyah Satar senilai 2 juta dollar AS.
Sementara itu, Vice President Corporate Communication Garuda Indonesia Benny S Butarbutar menyebut penggeledahan KPK di Kantor Garuda tidak berkaitan dengan kegiatan korporasi, tapi perseorangan.
"Sebagai perusahaan publik, Garuda menjalankan aktivitas bisnis secara ketat yang mengacu pada sistem GCG," ujar Benny.
Benny mengatakan, Garuda Indonesia menyerahkan kasus yang menjerat Emirsyah kepada KPK. Ia berjanji, perusahaannya akan bersikap kooperatif kepada penyidik.
Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017