Kelompok hak asasi manusia yang bermarkas di New York itu mengatakan bahwa Angkatan Udara Nigeria (NAF) seharusnya mengetahui jika daerah yang menjadi target penuh dengan warga sipil.
NAF sendiri menolak untuk berkomentar dan mengatakan sedang mempelajari laporan tersebut.
Serangan udara pada Selasa menyasar Rann di negara bagian Borno, yang selama tujuh tahun menjadi pusat dari aktivitas Boko Haram yang berupaya untuk menciptakan kekhalifahan Islam di kawasan timur laut. Di antaranya korban tewas terdapat sembilan pekerja lembaga bantuan.
Setidaknya 35 bangunan, termasuk tempat penampungan bagi orang-orang yang telah melarikan diri dari konflik dengan Boko Haram, hancur karena serangan itu, kata pernyataan Human Rights Watch.
"Kehadiran apa yang tampaknya merupakan kompleks besar militer Nigeria di pinggir kota, 100 meter dari salah satu situs terdampak, menimbulkan pertanyaan lebih lanjut," kata kelompok itu.
"Militer diharapkan telah mengetahui bahwa daerah itu dipenuhi dengan warga sipil dan untuk mengambil tindakan pencegahan yang memadai untuk tidak melukai mereka selama operasi apapun yang menarget petempur Boko Haram yang mungkin berada di daerah itu."
NAF mengatakan warga sipil tidak sengaja dibunuh dan terluka dalam serangan, yang ditujukan pada kelompok Boko Haram, tapi baik mereka ataupun pemerintah memberikan jumlah resmi korban.
NAF mengatakan dalam sebuah pernyataan sebelumnya pada Kamis jika akan membentuk dewan perwira senior untuk menyelidiki serangan udara dan mencegah kecelakaan serupa di masa depan. Dewan ini bertujuan untuk mendapatkan laporan yang harus diserahkan selambat-lambatnya pada 2 Februari.
Human Rights Watch mengatakan pengeboman itu melanggar hukum kemanusiaan internasional, karena, sekalipun tidak disengaja, hal itu mungkin bukan tanpa diketahui.
Pengeboman itu menyusul digelarnya serangan militer terhadap Boko Haram dalam beberapa minggu terakhir.
Pemberontakan kelompok itu telah menewaskan lebih dari 15.000 orang sejak tahun 2009 dan memaksa sekitar dua juta orang meninggalkan rumah mereka, banyak di antaranya telah pindah ke tempat-tempat penampungan untuk pengungsi, demikian Reuters.
(Uu.G003)
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2017