Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua MPR AM Fatwa menyatakan, perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura perlu didukung karena hal itu merupakan hasil perjuangan panjang, di sisi lain kemauan dan kemampuan aparat harus diwujudkan. Fatwa dalam keteran pers di Jakarta, Sabtu mengemukakan, terlepas dari segala kekurangannya perjanjian tersebut merupakan langkah maju sebagai upaya mempercepat pemberantasan korupsi. Penandatanganan naskah dokumen perjanjian ini dilakukan oleh Menlu RI, Nur Hassan Wirajuda, dan Menlu Singapura, George Yeouh, di Istana Tampaksiring, Gianyar, Bali, Jumat (27/4). Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan PM Singapura, Lee Hsien Loong, hadir menyaksikan penandatanganan itu. "Yang penting dengan perjanjian ekstradisi, Indonesia dapat menangkap para koruptor kakap yang bersembunyi di Singapura untuk dibawa ke Indonesia bersama aset mereka," katanya. Kalau saja aset para koruptor yang jumlahnya ratusan triliun bisa dikembalikan ke Indonesia, Fatwa yakin kesejahteran rakyat akan bisa ditingkatkan. Karena itu, Fatwa mengharapkan kesiapan dan kesungguhan pemerintah serta aparat hukum agar memiliki kemauan, kemampuan dan komitmen yang kuat dalam menangani para koruptor yang sangat merugikan bangsa dan negara. Masalahnya, efektif atau tidak perjanjian tersebut dalam pemberantasan korupsi sangat tergantung juga pada mentalitas, kemampuan dan keberanian aparat penegak hukum di Indoensia. "Jangan sampai para penegak hukum justru `didikte` dan `diatur` oleh para koruptor sehingga mereka dapat lolos dari jerat hukum, apalagi kabur ke negeri lainnya,s eperti masa lalu," kata politisi PAN itu. Fatwa berpendapat mengenai perlu adanya sistem kordinasi yang baik antara aparat penegak hukum untuk dapat menangkal agar koruptor tidak mudah kabur ke luar negeri. Misalnya lebih meningkatkan lagi kordinasi antara Kejaksaan Agung, kepolisian serta Departemen Hukum dan HAM.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007