Jakarta (ANTARA News) - Maskapai nasional Thailand, Thai Airways International (THAI), membentuk satuan tugas khusus untuk menyelidiki pengadaan-pengadaan mesin terdahulu dan sebuah satgas lain untuk mencegah korupsi, menyusul pengakuan Rolls-Royce atas skandal suap di beberapa negara, termasuk Thailand.


Presiden THAI, Charamporn Jotikasthira, pada Kamis (19/1) setempat menyatakan satgas itu dibentuk untuk menyelidiki pengakuan skandal yang disampaikan Rolls-Royce terkait pengadaan dan perawatan mesin pesawat dalam kurun waktu 1991-2005, serta menempuh langkah penanganan terhadap temuan.


Satgas yang menyelidiki dugaan suap diketuai penasihat Presiden THAI, Niruj Maneepan, sedangkan Wakil Presiden THAI bidang Manajemen Risiko, Pichait Riengvattanasuk, akan memimpin satgas yang menyelidiki prosedur pengadaan dan perawatan mesin yang berlangsung.


Selain itu, Charamporn mengatakan pihaknya juga akan memeriksa pakta integritas antara THAI dengan perusahaan-perusahaan penyedia pengadaan dan perawatan mesin demi memastikan tidak ada kasus suap lain yang dilakukan staf THAI.


Sementara itu, Menteri Perhubungan Thailand Arkhom Termpittayapaisith mengatakan satgas tersebut diberi tenggat waktu 30 hari untuk merampungkan tugasnya, demikian dilansir Bangkok Post.


Ia menegaskan satgas tersebut akan berkonsentrasi pada tiga topik, yakni apakah proses pengadaan THAI cukup transparan, bagaimana perbedaan proses pengadaan kini dan dulu, serta siapa saja yang terlibat dalam suap yang sudah diakui oleh Rolls-Royce.


"Jika hasil penyelidikan menemukan keterlibatan pihak eksekutif maupun personel THAI, yang bersangkutan harus dihukum tanpa pandang bulu," kata Menteri Arkhom.


Charamporn meyakini penyelidikan akan rampung sebelum tenggat waktu habis, sedangkan perwakilan Rolls-Royce di Thailand akan segera memberi keterangan lebih lanjut kepada THAI.


Mantan Menteri Keuangan Thailand, Thanong Bidaya, yang sempat menduduki kursi direksi THAI selama Juni 2002 - Maret 2005, membantah keterlibatannya dalam skandal tersebut.


Ia mengatakan selama masa tersebut, direksi THAI tidak pernah menyetujui pembelian unit pesawat Boeing 777 bermesin Rolls-Royce Trent 800 (T800), melainkan disetujui sebelum ia menduduki jabatannya di THAI.


Thanong juga menyebutkan selama ia menjadi direksi THAI, pengadaan unit hanya dari jajaran produk Airbus, termasuk Airbus A340-600, Airbus A340-500 dan Airbus A380.


Thailand menjadi satu dari 12 negara yang terungkap menjadi tempat Rolls-Royce melakukan korupsi atau penyuapan, selain Indonesia, India, Rusia, Nigeria, China, Malaysia, Brasil, Irak, Angola, Azerbaijan dan Kazakhstan, berdasarkan penyelidikan lembaga antikorupsi Inggris, Serious Fraud Office (SFO), serta penyelidikan serupa oleh lembaga berwenang Amerika Serikat.


(Baca juga: KPK telusuri dugaan suap kasus pengadaan pesawat)


Dokumen pengadilan Inggris menyebutkan di Thailand skandal suap Rolls-Royce terjadi pada 1991-2005 berupa pembayaran terhadap "perantara regional" senilai 1,28 miliar baht (sekira 36,39 juta dolar AS).


Sebagian uang suap juga diberikan kepada "anggota pemerintahan Thailand dan pekerja THAI."


Skandal Rolls-Royce di Thailand terjadi sebanyak tiga periode, yakni pertama pada 1 Juni 1991 hingga 30 Juni 1992, saat THAI memesan enam unit Boeing 777 yang lantas jumlah pemesanan ditambah menjadi delapan unit dan Rolls-Royce menyetujui membayar senilai 18,8 juta dolar AS kepada para perantara dalam periode tersebut untuk "mempengarui keputusan pembelian".


Periode kedua berlangsung pada 1 Maret 1992 hingga 31 Maret 1997, ketika Rolls-Royce menyetujui memberi pelicin 10,38 juta kepada perantara yang di antaranya merupakan karyawan internal THAI, agar "mereka diharapkan bertindak membela kepentingan Rolls-Royce" dalam rangka pembelian kedua mesin T800, dan kala itu THAI menyetujui pengadaan enam unit Boeing 777.


Sementara periode ketiga terjadi pada 1 April 2004 hingga 28 Februari 2005, dan Rolls-Royce memberikan tak kurang dari 7,2 juta dolar AS kepada para perantara.


Sebagian dari uang ini ditujukan kepada orang-orang yang merupakan anggota pemerintahan Thailand atau karyawan THAI dan mereka diharapkan bertindak menyetujui pembelian ketiga unit-unit pesawat bermesin T800 milik Rolls -Royce.


Di Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru saja menetapkan dua tersangka terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce kepada PT Garuda Indonesia (Persero) yakni mantan Direktur Utama Garuda Indonesia 2005-2014, Emirsyah Satar, dan Beneficial Owner Connaught International Pte. Ltd., Soetikno Soedarjo.


Mantan Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar (FOTO ANTARA/Zarqoni Maksum)


Emirsyah diduga menerima suap melalui Soetikno dalam bentuk uang dan barang senilai 1,2 juta euro dan 180 ribu dolar AS atau setara Rp20 miliar, terkait pengadaan pesawat besar-besaran, termasuk saat pembelian 11 pesawat Airbus 330-300 senilai 2,54 miliar dolar AS pada April 2012.


(Baca juga: KPK kantongi bukti keterlibatan Emirsyah Satar)

Penerjemah: Gilang Galiartha
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2017