"Sumbangan harus sifatnya sukarela, tidak ada ketentuan berapa besarannya, tidak ada penetapan tanggal berapa harus lunas," ujar Esti di Jakarta, Kamis.
Jika ada penetapan tanggal dan berapa besarannya, lanjut dia, maka hal itu berubah menjadi pungutan.
"Pungutan ini yang dilarang, karena sifatnya memaksa. Sementara sumbangan sifatnya sukarela," kata politisi PDIP itu.
Selain itu, dia meminta agar sumbangan tersebut tidak terkait dengan penilaian akademik.
"Pola pemahaman tersebut yang harus diubah, jadi sumbangan tersebut tidak ada kaitannya dengan penilaian akademik."
Esti sendiri mengaku tak masalah jika orang tua turut berpartisipasi untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. Namun dengan catatan, pengelolaannya harus transparan.
Sementara itu, pemerhati pendidikan Indra Charismiadji menyambut positif keberadaan Permendikbud 75/2016 tentang Komite Sekolah tersebut.
"Dunia pendidikan kita saat ini sedang lesu, hasil survei internasional mutu pendidikan kita juga rendah," kata Indra.
Hal itu berbeda dengan zaman Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) yang membolehkan adanya pungutan.
"Dengan adanya Permendikbud ini, kami berharap sekolah lebih fleksibel dalam menghimpun dana untuk meningkatkan mutu pendidikan."
Meski demikian, dia menggarisbawahi bahwa sekolah harus mempunyai program yang jelas.
"Orang tua dan sekolah bersama harus duduk bersama memikirkan apa yang dibutuhkan sekolah," cetus Indra.
Permendikbud 75/2016 yang ditandatangani pada 30 Desember 2016 tersebut membahas mengenai komite sekolah yang diberi kewenangan untuk menghimpun dana dari masyarakat.
Pewarta: Indriani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017