Jakarta (ANTARA News) - Menteri Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta, mengaku pernah menjadi korban "bullying" (pengucilan dan kekerasan) ketika masih sekolah di kampung halamannya semasa kecil, namun cepat tertolong dari keadaaan itu lantaran ibundanya memahami perubahan yang terjadi pada dirinya. Ketika memberikan sambutan pada workshop nasional "Intervensi Efektif untuk 'Bullying' di Sekolah", di Jakarta, Sabtu, Meutia mengaku bahwa pernah mengalami masa tidak disapa oleh rekan-rekan perempuan di kelasnya. Ketika itu, lanjut Meutia, dirinya merasa tertekan. Pagi hari waktu hendak berangkat ke sekolah merasa berat. Rasa malas, kecewa dan berbagai perasaan menghinggapi dirinya. "Bahkan, ada perasaan asing," ujar Meutia di luar teks pidatonya. Ketika itu, ia lupa apa penyebab dirinya sampai tidak ditegur oleh rekan-rekan sesamanya di kelas. Yang diketahui bahwa perbuatan teman-temanya itu ada yang "mengomandoi", sehingga seluruh rekannya patuh tidak menegur sapa dirinya. Perasaan galau dan asing akibat keadaan di sekolah tersebut terbawa ke rumah. "Saya menjadi murung," ujarnya. Untung ibundanya mempelajari perubahan sikap Meutia. Tak lama, ia pun dipindahkan sekolah. Di sekolah baru, menurut puteri sulung Proklamator RI, Bung Hatta, itu, dirinya merasa hidup kembali. Perasaan tertekan hilang dan dapat mengikuti pelajaran sebagaimana anak lainnya. "Bullying" adalah tindakan penekanan terhadap seseorang baik berupa fisik maupun mental. "Bullying" atau pengucilan adalah masalah penting di sekolah di Indonesia yang harus dihentikan. Kekerasan dan pelecehan juga termasuk kategori "bullying". Kasus tewasnya praja IPDN, Cliff Muntu merupakan contoh aktual dari kasus tersebut. Menurut Meutia, anak wajib mendapat perlindungan di sekolah dari bentuk tindakan semacam itu. Guru atau pendidik wajib memberikan perlindungan terhadap anak. Di sekolah tak boleh ada penekanan baik dalam bentuk fisik maupun mental. Guru harus memberikan keteladanan, tak boleh memperlakukan siswa/i diskriminatif, baik dari segi ras atau golongan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007