"Realitas kekinian menunjukkan bahwa kekerasan, intoleransi, radikalisme mengancam kebhinekaan dan demokrasi kita," kata Ketua Umum Dewan Koordinasi Nasional (DKN) Garda Bangsa, Cucun A Syamsurijal, di Jakarta, Rabu.
Cucun menyatakan fenomena radikalisasi masih terus terjadi di Indonesia. Sepanjang tahun 2016, telah terjadi sedikitnya empat kali bom bunuh diri.
Menurut dia, gerakan-gerakan intoleransi dan berpaham radikalisme telah mengancam sendi-sendi kebangsaan yang telah dibangun dengan susah payah oleh pendiri bangsa.
Sekretaris Fraksi PKB di DPR RI itu menyampaikan, beberapa lembaga penelitian, seperti Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership (ACDP) mensinyalir bahwa paham radikalisme-terorisme telah masuk dan menginfiltrasi institusi pendidikan mulai dari sekolah dasar sampai sekolah menengah.
Selain itu, lembaga riset juga menyebutkan bahwa empat persen dari penduduk di Indonesia atau sekitar 10 juta masyarakat mendukung pandangan-pandangan dan gerakan Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS), katanya.
"Ironisnya, pandangan-pandangn radikal dan ekstrim ini didukung oleh anak muda yang berada dalam usia produktif," katanya.
Padahal, generasi muda merupakan masa depan Indonesia yang akan menjadikan demografi sebagai bonus pembangunan. Mereka tidak hanya dominan dari sisi demografi, namun juga kelompok mayoritas dalam elektoral, mereka adalah generasi milenial, katanya.
Untuk menyikapi hal ini, DKN Garda Bangsa menyatakan bakal mengundang Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian untuk hadir dalam Musyawarah Pimpinan Nasional (Muspimnas) DKN Garda Bangsa, di Jakarta, Kamis (19/1), untuk membahas deradikalisasi, intoleransi dan teorisme beserta solusinya.
"Kondisi aktual ini mendorong organisasi Garda Bangsa untuk membahas lebih mendalam upaya mengatasi radikalisasi dalam benak pemuda dan generasi milenial," jelas dia.
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017