Oleh I Ketut Sutika Denpasar (ANTARA News) - Hari keagamaan Hindu dalam beberapa pekan belakangan ini jatuh secara beruntun, dan diharapkan mampu memberikan ketenangan batin dan kesucian bagi penganutnya. Dalam bulan ini terdapat dua hari suci, yakni Hari Raya Saraswati, hari turunnya ilmu pengetahuan yang jatuh hari Sabtu lalu (14/4), menyusul Hari Pagerwesi (meningkatkan keteguhan iman) yang dirayakan umat Hindu pada Rabu (18/4). Setelah merayakan kedua hari baik itu, umat Hindu kembali akan merayakan Hari Tumpek Landep pada Sabtu (28/4), yakni persembahan suci untuk segala jenis benda tajam seperti keris dan senjata pusaka, berbagai jenis alat produksi seperti mesin, kendaraan atau benda-benda yang terbuat dari besi, tembaga, emas, dan perak. "Tumpek Landep merupakan hari peringatan untuk memohon keselamatan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa dalam manifestasinya sebagai Dewa Senjata atau peralatan dari bahan besi, logam, perak dan emas," tutur Ketua Program Studi Pemandu wisata Institut Hindu Dharma Indonesia (IHDN) Denpasar, Drs I Ketut Sumadi M.Par. Pria kelahiran Gianyar yang juga mahasiswa program doktor (S-3) Kajian Budaya Universitas Udayana itu menambahkan, Tumpek Landep juga dimaksudkan sebagai "pujawali" Betara Siwa yang berfungsi melebur dan "memralina" (memusnahkan) segala sesuatu, agar kembali ke asalnya. Dalam kaitan ini, Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), majelis tertinggi umat Hindu, juga memanfaatkan momentum "Tumpek Landep" untuk menggelar acara Dharma Santi, yakni puncak perayaan Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1929 yang akan dipusatkan di Taman Budaya Denpasar. Acara yang dijadwalkan dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) itu melibatkan tidak kurang dari 8.000 tokoh masyarakat dan agama utusan dari 1.432 desa adat di Bali serta utusan PHDI dari seluruh propinsi di Indonesia. Menurut Ketua umum Panitia Dharma Santi Nasional, Ir Wayan Alit Antara, pelaksanaan Dharma Santi yang bertepatan dengan hari raya Tumpek Landep diharapkan dapat lebih mempertajam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) di kalangan umat, demi kesejahteraan dan kemajuan bangsa dan negara Indonesia. Tumpek Landep yang jatuh setiap 210 hari sekali, cukup diistimewakan umat Hindu. Untuk merayakannya, masyarakat Bali menggelar kegiatan ritual yang khusus dipersembahkan untuk benda-benda dan teknologi, yang berkat jasanya telah mampu memberikan kemudahan bagi umat dalam mencapai tujuan hidup. Persembahan korban suci, menurut Ketut Sumadi, juga ditujukan untuk alat-alat pertanian seperti canggul dan sabit, mobil, sepeda motor, sepeda angin, mesin-mesin, komputer, televisi, radio, pisau, keris, tombak dan berbagai jenis senjata. Semuanya itu mendapat persembaan banten, yakni rangkaian khusus kombinasi janur, bunga, buah dan aneka jajan. Bagi wisatawan atau mereka yang baru pertama kali ke Bali jangan kaget, jika mobil dan sepeda motor yang lalu-lalang di jalan raya pada hari Tumpek landep itu diisi sesajen dan hiasan khusus dari janur yang disebut "ceniga", "sampian gangtung", dan "tamiang". Semua itu merupakan wujud puji syukur orang Bali ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan pengetahuan dan kemampuan merancang teknologi canggih, hingga tercipta benda-benda yang dapat mempermudah kehidupan manusia di dunia ini. Teknologi canggih kata dosen senior itu harus dimanfaatkan untuk hal-hal yang bersifat positif, sesuai dengan konsep hidup orang Bali, yaitu Tri Hita Karana, hubungan yang harmonis dan serasi dengan Tuhan, alam dan sesama umat manusia. Oleh sebab itu, seluruh peralatan yang dipakai umat manusia untuk mengolah isi alam, khususnya peralatan yang mengandung unsur besi, baja, emas, atau perak harus tetap dijaga kesuciannya. Percaya atau tidak, banyak wisatawan yang memiliki aura spiritual yang kuat, merasakan rangkaian ritual di Pulau Dewata, termasuk Tumpek Landep. Mereka pun memuji tradisi penuh ritual ini sebagai acara yang penuh spirit kemanusiaan, dalam membangun manusia yang arif yang dapat memanfaatkan kemajuan iptek. Makna dari pelaksanaan upacara Tumpek Landep menurut Sumadi, ayah dari dua putra itu, adalah mengasah dan meningkatkan ketajaman pikiran, menjaga kesucian teknologi, serta mohon kekuatan lahir batin kepada Tuhan, agar manusia selamat dalam mengarungi samudera kehidupan. "Manfaatkanlah itu untuk membebaskan diri dari samsara atau penderitaan dan kelahiran berulang-ulang," ujar Sumadi. Ia menjelaskan, secara teknis pelaksanaan upacara Tumpek Landep diuraikan dalam lontar Sundarigama, salah satu kitab ajaran agama Hindu. Adapun sesajen yang dipersembahkan pada hari Tumpek Landep terdiri atas tumpeng putih kuning selengkapnya dengan lauk sate, terasi merah, daun dan buah-buahan 29 tanding (kelompok), dan dihaturkan di sanggah/merajan (tempat suci). Persembahan kepada Sanghyang Pasupati berupa sebuah Sesayut Pasupati, sebuah Sesayut Jayeng Perang, sebuah Sesayut Kusumayudha, Banten Suci, Daksina, Peras, Ajuman, Canang Wangi, Reresik atau Pabersihan, yang semuanya terbuat dari rangkaian janur. Besar kecilnya upacara tersebut dilaksanakan sesuai dengan kemampuan seseorang atau perusahaan. Biasanya perusahaan besar akan menambah upacara ini dengan membuat pesta masakan khas Bali. Oleh sebab itu tidak mengherankan, jika berbagai benda termasuk mesin-mesin dan mobil pada hari Tumpek Landep dihias sedemikian rupa dengan berbagai ornamen reringgitan yang terbuat dari janur dan kain warna putih kuning. Mobil atau sepeda motor yang usai diupacarai biasanya tidak dilepas perhiasannya, sehingga saat melintas di jalan raya mobil itu tampak berbeda dari hari-hari biasa. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007