Ankara (ANTARA News) - Parlemen Turki gagal memilih seorang presiden, sementara oposisi memboikot babak pertama pemungutan suara mengenai calon dari kubu Islam dan meningkatkan tantangan hukum guna mengacaukan proses pemilihan tersebut, Jumat. Pemilihan menentukan itu telah menambah lebar perpecahan antara kubu sekuler Turki dan Partai Pembangunan dan Keadilan (AKP), yang berlandaskan Islam, pimpinan Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan. Pembantu terdekat Erdogan, Menteri Luar Negeri Abdullah Gul, menjadi calon tunggal dalam pemilihan tersebut. Gul memperoleh 357 suara dari 550 anggota majelis, tempat boikot oleh anggota parlamen oposisi membuat AKP hampir sendirian saja. Ia memerlukan mayoritas dua-pertiga, atau 367, suara untuk menang. Babak kedua dijadwalkan diselengarakan Rabu. Calon yang maju tetap harus meraih 367 suara. Namun kelompok oposisi Partai Rakyat Republik (CHP) segera meminta Mahkamah Konstitusi, dalam upaya membatalkan pemungutan suara Rabu dengan alasan teknis dan kemungkinan pemilihan umum dini. CHP berkeras bahwa jabatan presiden, yang diserbutnya "kubu terakhir sekularisme", tak dapat diserahkan kepada AKP, cabang moderat dari partai Islam yang kini dilarang dan berada dalam pemerintahan sejak November 2002. Bagi pembela sistem sekuler di Turki, prospek seseorang menjadi presiden dengan latar-belakang Islam adalah bukti bahwa agama masih terus merayap ke dalam kehidupan masyarakat dan politik. Pendukung pemerintah menanggapi tuduhan mengenai penyulut krisis dan menunjuk kepada jajak pendapat yang memperlihatkan peningkatan jumlah orang Turki yang berpaling kepada Islam. Hanya segelintir pembelot dari partai oposisi dan sebagian tokoh independen bergabung dengan AKP di parlemen, Jumat. Gula mengucapkan terima kasih kepada mereka setelah pemungutan suara karena mereka telah menyumbang bagi diperkuatnya demokrasi Turki. Dalam penampilan terakhir sebelum sidang terakhir tersebut, Perdana Menteri (PM) Erdogan menyerukan diperlihatkannya persatuan. "Mari lah kita berusaha tidak terjerumus ke dalam perangkap mereka yang sedang berusaha menyeret Turki kembali kepada kebiasaan masa lalu, ke masa-masa kelumpuhan politik," katanya. Oposisi ingin pemilihan umum yang dijadwalkan November diselenggarakan sebelum presiden berikutnya terpilih. Jika pemungutan suara tersebut tak digelincirkan oleh Mahkamah Konstitusi, AKP --yang memiliki 352 kursi-- dapat dengan tenang memilih Gul pada babak ketiga 9 Mei, ketika mayoritas absolut 276 suara akan mencukupi. Seorang pejabat Mahkamah mengatakan para hakim akan menangani petisi oposisi itu guna membatalkan pemungutan suara babak-pertama "dengan kecepatan yang diperlukan oleh keadaan", tapi tak dapat menjamin suatu keputusan sebelum babak kedua diselenggarakan Rabu. CHP berkilah bahwa pemungutan suara Jumat mestinya tak diselenggarakan sama sekali, karena jumlah wakil rakyat yang hadir kurang dari 367 orang, atau mayoritas dua-pertiga yang perlukan oleh seorang pemenang. Namun AKP menyatakan kuorum biasa dengan 184 anggota memadai untuk membuka sidang. AKP telah menjauhkan diri dari akar Islamnya, menjanjikan komitmen bagi sistem sekuler dan berhasil memulai pembicaraan keanggotan dengan Uni Eropa. Tetapi sebagian tindakannya, seperti upaya untuk menjadikan perzinahan sebagai perbuatan pidana, mengucilkan lokasi yang menyajikan alkohol di daerah khusus dan mendorong pelajaran Al-Qur`an, telah menyulut kecurigaan mengenai ambisi Islamnya, demikian AFP. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007