Kami terus berupaya membantu kepolisian mengungkap kasus-kasus kematian gajah."

Banda Aceh (ANTARA News) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh menyatakan bahwa 41 gajah mati dalam rentang waktu 2012 hingga 2016.

"Kami mencatat ada 41 ekor gajah ditemukan mati sejak tahun 2012 hingga 2016. Angka ini cukup tinggi," kata Kepala BKSDA Aceh Sapto Aji Prabowo di Banda Aceh, Selasa.

Ia mengemukakan bahwa dalam rentang waktu 2014 hingga 2016 ada 26 gajah liar yang ditemukan mati di Aceh, kemudian 15 ditemukan mati dalam rentang waktu 2012 hingga 2014.

Menurut dia, kematian gajah liar tersebut disebabkan berbagai faktor, termasuk perburuan liar untuk diambil gadingnya karena banyak gajah ditemukan mati tanpa memiliki gading lagi.

"Sedangkan, pada tahun 2017 sudah ada ditemukan satu gajah jantan mati di Kabupaten Aceh Timur. Tingginya angka kematian gajah di Aceh ini mengkhawatirkan kami. Masalah ini ibarat gunung es yang sewaktu-waktu bisa menimbulkan masalah," katanya.

Sapto Aji mengatakan, pihaknya juga melaporkan ke polisi jika ada gajah yang ditemukan mati, antara lain diracun dan perburuan ilegal terhadap satwa yang dilindungi undang-undang.

Namun, menurut dia, tidaklah mudah mencari pelaku yang membunuh gajah-gajah tersebut, sehingga BKSDA mengajak masyarakat mendukung kepolisian mengungkap dan menangkap pelaku pembunuhan gajah.

"Kami terus berupaya membantu kepolisian mengungkap kasus-kasus kematian gajah. Walau mengungkap kasus tersebut tidaklah mudah," katanya.

Selain kematian gajah, dikemukakannya, BKSDA Aceh juga menangani konflik gajah dengan manusia, seperti konflik yang dilaporkan masyarakat pada 11 Januari 2017 gangguan gajah liar di Gampong Tuha Lala, Kecamatan Mila, Kabupaten Pidie.

"Ada 24 gajah di antara 18 dewasa dan enam anak gajah. Kawasan gajah liar ini akhirnya digiring menggunakan gajah jinak menjauhi pemukiman penduduk, sehingga tidak terjadi konflik dengan manusia," katanya.

Selain menggiring kawanan gajah liar tersebut, ia menyebutkan bahwa tim Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala dibantu tim BKSDA memasangi alat pelacak posisi (global position system/GPS) Collar.

"Dengan alat ini, kami mendapat data posisi kawanan gajah tersebut setiap empat hingga lima jam. GPS tersebut dipasangi di seekor gajah betina dalam kawanan tersebut," demikia Sapto Aji Prabowo.

Pewarta: M Haris SA
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2017